Husni--yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Setya Novanto--menceritakan awal permintaan Irman itu. Husni bertemu Irman di ruang kerja Irman, setelah diminta menghadap oleh mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tersebut, Sugiharto. Saat itu, Husni diminta Irman memberikan penilaian bagus untuk PT Murakabi.
"Waktu itu saya rapat dengan tim teknis rapat di lantai 1, lalu Pak Giharto menjemput saya untuk ke ruang Pak Irman. Kemudian Pak Irman berharap konsorsium Murakabi, PNRI dan Astragraphia lolos penilaian," ujar Husni Fahmi saat memberikan kesaksian dalam sidang Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berikutnya setelah penilaian kami diminta Pak Giharto melaporkan. Saya bilang bahwa Murakabi tidak memenuhi syarat," ucap Husni.
"Kemudian melaporkan tetap meloloskan?" tanya jaksa.
"Tidak ada, diam saja beliau (Sugiharto dan Irman)," ucap Husni.
Jaksa pun menanyakan alasan tim teknis tidak meloloskan PT Murakabi. Ada dugaan, menurut jaksa, dokumen perusahaan tersebut palsu, tetapi dibantah.
"Terkait palsu dokumen, bahwa Murakabi tidak memenuhi syarat karena kepalsuan dokumen?" tanya jaksa.
"Tidak ada. Kami diberikan dokumen teknis panitia kepada kami. Kemudian bagi sub tim teknisnya, tim memaparkan ada 8 konsorsium memasukan dokumen teknis 5 konsorsium diantaranya Murakabi tidak memenuhi syarat," ucap Husni.
Dalam lelang proyek e-KTP, sebenarnya ada 3 konsorsium yang telah diatur yaitu Konsorsium PNRI, Konsorsium Murakabi, dan Konsorsium Astragraphia. Jaksa KPK menyebut 3 konsorsium itu sengaja dibentuk untuk mengawal Konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang. (fai/dhn)