Bangkai itu ditemukan Senin, (15/1) dini hari. Bangkai itu sempat dikira mayat manusia karena ditemukan dalam kondisi telungkup.
"Masyarakat dan polisi narik (mayat), awalnya diduga manusia. Setelah ditarik ke pinggir sungai ditemukan kondisi bangkai tanpa kepala, ada beberapa luka, kita belum tahu sebabnya, sebelah kanan tulangnya kelihatan. Itu hasil wawancara dengan warga, kemudian bulu atau rambut seluruh tubuh sudah nggak ada, sudah dicabut semua," kata Manajer Perlindungan Habitat Centre for orang utan Protection (COP) Ramadhani kepada detikcom, Rabu (17/1).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyaknya luka dan kondisi bangkai yang mengenaskan itu membuat pemerhati satwa bersuara. Tak ingin kasus pembantaian terulang, mereka menuntut agar pembunuh orang utan itu dihukum pidana.
"Ini terulang lagi, sangat disesalkan sih. Kalau melihat lokasi pernah juga teman-teman dari BOSF NM evaluasi orang utan di kawasan itu memang ada beberapa kantong titik habitat orang utan. Kalau dilihat di peta memang ada perusahaan yang membuka kawasan di situ. Jadi memang seharusnya BKSDA bisa turun dengan niatan yang bisa membongkar kasus ini," jelasnya.
Penemuan bangkai orang utan itu juga menjadi perhatian Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK), Siti Nurbaya. Dia pun langsung memerintahkan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno dan Dirjen Gakkum Rasio Ridho Sani untuk turun ke lapangan dan meneliti temuan itu.
Siti mengungkapkan orang utan merupakan salah satu dari 25 jenis satwa yang menjadi prioritas penanganan oleh KLHK dalam lima tahun periode ini. Atas perintah Siti, Kamis (18/1), polisi bersama tim gabungan pun melakukan autopsi terhadap orang utan tanpa kepala tersebut.
"Langkah-langkah gakkum (penegakan hukum) juga dilakukan untuk mengatasi kejahatan terhadap satwa dilindungi. Semua unit KSDAE se-Indonesia sudah tahu kewajiban ini," ujar Siti.
Tim yang menangani autopsi orang utan tanpa kepala ini terdiri dari dokter dari BOSF, dari BKSDA, COP, Tim Identifikasi dari Polda dan dari polres setempat. Dari hasil autopsi diketahui orang utan itu mati karena ditembak dan dipenggal.
"Ditemukan 17 peluru senapan angin, 1 peluru senapan angin di paha kiri, 14 peluru senapan angin di badan bagian depan, dan 2 peluru senapan angin di bagian belakang badan atau punggung," jelas Manajer Perlindungan Habitat Centre for orang utan Protection (COP) Ramadhani.
Temuan itu pun menguatkan orang utan berkelamin jantan itu mati dibantai manusia karena dianggap hama. Ramadhani menuntut aparat terkait turun tangan melakukan investigasi.
"Hasil otopsi hari ini membuktikan karena kejahatan manusia, itu dibuktikan dengan ditemukannya banyak peluru senapan angin. Dugaan kuat kami kematian orang utan ini karena ditembak menggunakan senapan angin menembus jantung, paru-paru dan lambung. Kemudian kepala ditebas. Patah tulang iga dan putusnya kepala karena tebasan harusnya membuat Kepolisian dan terutama KLHK untuk bisa lebih bersemangat mengungkap kasus ini. Kewibawaan KLHK dalam kasus ini dipertaruhkan" tegas Ramadhani.
Terkait kasus ini, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Wiratno mengaku bakal segera memanggil ratusan pengusaha sawit di Kalimantan Tengah. Ia ingin menyosialisasikan tentang cara penanganan satwa liar yang masuk ke wilayah perkebunan, sehingga pembunuhan satwa bisa diminimalkan.
"Ya kita minta untuk membantu kita agar pegawainya kalau ada orang utan di kebun (sawit), protapnya, solusinya, seperti apa harus kontak kami. Itu kami punya hotline. Itu preventif agar mereka tidak membunuh, memukul, orang utan. Itu tidak seperti harimau, orang utan tidak terlalu menakutkan," urainya.
"Biasanya kalau kita tergantung di mana, kalau dia (orang utan) terisolasi di puncak pohon, itu ditembak bius dulu, baru kemudian diangkut dan diselamatkan di pusat penyelamatan rehabilitasi satwa," sambung Wiratno.
Wiratno berjanji bakal mengusut tuntas pelaku pembunuh satwa yang dilindungi itu. Pelaku pembunuhan satwa yang dilindungi terancam Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Lingkungan.
Sejauh ini polisi sudah memeriksa lima orang saksi dari yang menemukan bangkai pertama kali hingga yang membantu menguburkan. Sungai Barito yang menjadi tempat penemuan bangkai akan ditelusuri untuk menguak misteri pembunuh orang utan itu.
"Tapi langkah-langkah penyelidikan terus berlanjut sambil nunggu hasil (autopsi resmi), kami tetap melidik arus sungai. Jadi kampung-kampung di atas tempat kejadian perkara (TKP) ini, kami akan lidik," kata Kapolsek Dusun Selatan, AKP Budiono, saat dihubungi detikcom, Kamis (18/1).
(ibh/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini