"Intinya, saya ingin membantu KPK untuk membedakan mana fakta mana fitnah agar persidangan ini betul-betul fokus pada fakta-fakta, jangan dicampuri fitnah. Jadi prosesnya dan hasilnya menjauhi rasa keadilan," ucap Anas di sela sidang terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (23/11/2017).
"Saya tidak tahu proyek e-KTP, tentu saya tidak tahu apa peran dari masing-masing orang yang dibicarakan KPK," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampeyan sudah tahu, kura-kura dalam perahu," ucap Anas.
Saat dihadirkan sebagai saksi pada Kamis (6/4) dulu, Anas juga menyebut tudingan dirinya terlibat kasus itu adalah karangan-karangan imajiner (fiksi). Anas balik bertanya soal skenario yang disiapkan M Nazaruddin.
"Kalau penegakan hukum itu berasal dari fiksi dan fitnah maka nilai itu akan berkurang dan tidak bisa mendapatkan keadilan. Kalau berdasarkan keterangan Nazaruddin pada Senin (3/4) kemarin muka saya dikencingi, kepala saya diberakin. Ini fitnah siapa? Kepentingan siapa? Pesanan siapa?" kata Anas saat itu.
Anas mempertanyakan keterangan Nazar yang menyebut dirinya bertemu dengan pengusaha Andi Narogong. Nazar pada sidang sebelumnya menyebut Andi Narogong datang ke DPR dikenalkan sebagai pengusaha yang mengerjakan e-KTP dan berkomitmen bagi-bagi duit untuk meloloskan anggaran e-KTP di DPR.
"Saya disebut hadir di situ ada Andi Narogong, dan ada saksi Setya Novanto, dan ada disebutkan Andi selalu ngelapor ke saya. Kalau pengarang ini dapat hadiah nobel itu," sambung Anas.
Sebelumnya Nazaruddin membeberkan bagi-bagi duit proyek e-KTP yang juga mengalir ke Anas. Nazar menyebut adanya komitmen Anas dengan Andi Narogong yang nilainya mencapai Rp 500 miliar untuk mengawal anggaran e-KTP di DPR.
"Waktu itu Mas Anas ada keperluan untuk maju jadi ketua umum, ada komitmen sekian persen dengan Andi. Waktu itu Rp 500 miliar rupiah, tapi ada juga dikasih pakai dolar. Awalnya Rp 20 miliar dikasih," kata Nazaruddin, Senin (3/4). (dhn/fjp)