"Untuk status Pak Setya Novanto, yang punya kewenangan penuh adalah dari Fraksi Golkar. Dalam hal ini Partai Golkar sendirilah yang bisa menarik, mengusulkan, dan juga mempertahankan ataupun memang akan menggantinya yang mempunyai kewenangan adalah Partai Golkar dan ini semua sudah tertera pada UU MD3," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan Novanto baru bisa benar-benar dicopot dari Ketua DPR jika putusan hakim sudah inkrah terhadap status hukum Ketum Golkar itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama Pak Novanto itu statusnya belum status inkrah. Kalau sudah inkrah Pak Novanto memang tidak boleh menjadi Ketua DPR," sambung dia.
Agus menerangkan masyarakat dapat mengadukan dugaan pelanggaran etik Novanto kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Masyarakat juga dapat meminta Fraksi Golkar menggeser posisi Novanto.
"Yang paling tepat adalah MKD juga menerima dari usulan masyarakat, sebenarnya yang paling ampuh itu dari usulan masyarakat. Bahwa hal ini yang terbaik itu masyarakat yang melaporkan ke MKD. Kalau yang melaporkan anggota Dewan itu malah kurang pas dan kurang tepat," ucap politikus Partai Demokrat ini.
Novanto sendiri sudah ditahan di Rutan Kelas I KPK Cabang Jakarta Timur sejak malam tadi (19/11). Dia dinyatakan tidak perlu lagi dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11) lalu.
Baca juga: Melihat Tempat Setya Novanto Bermalam |
Setelah dirawat selama 3 hari, dia dibawa dari RSCM Kencana dan langsung menjalani pemeriksaan registrasi di KPK, Minggu (19/11). Pada dini hari tadi, Ketua DPR tersebut lalu dipindahkan ke Rutan KPK.
Novanto sebelumnya dirawat di RS Medika Permata Hijau setelah mobil yang ditumpangi menabrak tiang lampu di Jl Permata Berlian, Jakarta, pada Kamis (16/11). Dia kemudian dirujuk ke RSCM Kencana untuk pemeriksaan lanjutan hingga dinyatakan memenuhi syarat penahanan.
Baca juga: Foto-foto Setya Novanto Ditahan KPK |
KPK menerbitkan surat perintah penyidikan Novanto pada 31 Oktober 2017. Novanto selaku anggota DPR disangka bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait proyek pengadaan e-KTP.
Lembaga antirasuah itu menjerat Novanto dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dkp/tor)