Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menceritakan tentang penemuan uang itu. Menurut Syarif, saking banyaknya uang itu, tim KPK sampai kesusahan menyitanya.
"Jaksa pagi-pagi lapor ke saya, uang Pak Dirjen masih banyak. Kenapa tidak ambil? Katanya terlalu banyak, besok saja, Pak," kata Syarif dalam acara sosialisasi pengendalian gratifikasi dan pencegahan di gedung lama KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika diperiksa KPK, Tonny mengaku lupa uang itu berasal dari mana saja. Namun, menurut Tonny, uang itu akan digunakan untuk amal.
"Saking banyaknya, ditanya dari mana uang ini, saya lupa. Saya bilang ini buat apa, anak sudah selesai sekolah dan istri sudah almarhum, banyaklah Pak, buat amal fakir-miskin dan gereja ada yang bocor kasih sedikit. Jadi beramal dari sesuatu yang improper," ujar Syarif.
Padahal, menurut Syarif, Presiden Joko Widodo pernah terjun langsung ke Kementerian Perhubungan saat operasi pungutan liar. Namun rupanya kedatangan Jokowi itu, disebut Syarif, tidak menjadi pembelajaran.
"Padahal Pak Jokowi datang ke sana, harusnya sebagai tanda. Bayangin, Pak Jokowi ke sana, yang nilainya kecil sudah diperingatkan, ya sudah kita ambil yang (korupsi) Rp 20 miliar," kata Syarif.
Dalam kasus suap itu, Tonny dijerat melalui OTT dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Uang suap itu diduga berkaitan dengan perizinan dan proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Dia diduga menerima suap dari tersangka lainnya, yakni Adiputra Kurniawan.
Total uang yang disebut KPK sebagai suap sebesar Rp 20,47 miliar. Duit tersebut disita KPK dari 33 tas yang berisi uang tunai Rp 18,9 miliar. Sisa duit lainnya, yakni Rp 1,174 miliar, berada dalam kartu ATM yang disiapkan untuk membayar 'setoran' kepada Tonny. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini