Rekaman Tak Diputar di Sidang, KPK Hormati Keputusan Hakim

Praperadilan Setya Novanto

Rekaman Tak Diputar di Sidang, KPK Hormati Keputusan Hakim

Yulida Medistiara - detikNews
Kamis, 28 Sep 2017 03:55 WIB
Suasana sidang Praperadilan Setya Novanto di PN Jaksel (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan tidak membuka rekaman bukti elektronik KPK pada persidangan praperadilan Setya Novanto karena khawatir akan melanggar hak asasi manusia. Cepi berpendapat nantinya jika di sidang materi pokok nama orang yang ada di dalam rekaman tidak terbukti, nantinya bisa menjadi masalah.

Terkait keputusan tersebut, KPK mengatakan menghormati putusan hakim.

"Tadi hakim sudah beri penilaian beliau sampaikan jikalau ada nama-nama yang disebut tidak terbukti saat perkara pokok kan berimplikasi lain, kita hormati dan hargai hakim tunggal. Jangan sampai terulang di Pengadilan Tipikor Jakpus," kata Kabiro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Setiadi menyebut jika rekaman diputar, bisa saja ada konsekuensi KPK dilaporkan. Namun ia tak menyebut siapa yang dimaksud.

"Rekan-rekan tahu sendiri kan begitu ditayangkan ada yang melaporkan. Yang melaporkan siapa rekan-rekan sudah tahu sendiri," ujar Setiadi.

Sebelumnya diberitakan, hakim tunggal Cepi Iskandar menolak diputarkannya alat bukti rekaman elektronik yang akan disampaikan KPK dalam persidangan praperadilan Setya Novanto. Hakim berpendapat, jika dalam rekaman itu ada nama pemohon, hal itu akan melanggar hak asasi manusia Setya Novanto.


"Begini, majelis berpendapat kalau menyangkut sudah ada nama orang yang di situ (rekaman) yang akan diperdengarkan. Itu kan menyangkut (nama) orang. Menyangkut hak asasinya orang itu di persidangan itu," kata hakim Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).

Cepi khawatir, apabila rekaman itu diputar namun sidang materi pokoknya nanti tidak terbukti, itu akan jadi masalah. "Kami memberikan kesempatan yang sama silakan saja. Kalau misalnya di perkara pokoknya tidak terbukti atau itu menyangkut hak asasi seseorang disalahkan ini," ujar Cepi.

Cepi kemudian menyarankan KPK, karena rekaman tidak dapat diputarkan, KPK juga bisa memberikan rekaman tersebut kepada hakim sebagai alat bukti tambahan.

[Gambas:Video 20detik]




Namun pada akhirnya KPK tidak jadi memberikan alat bukti rekaman tersebut dalam praperadilan karena tak dipersilahkan memutar rekaman. KPK menjelaskan alat bukti tersebut bersifat spesial.

"Begini. Ini sifatnya sangat spesial, sangat khusus. Itu nilainya kalau ditambah bukti yang sudah kami sampaikan dalam bentuk CD atau flashdisk bobotnya paling tinggi karena menyebutkan pihak terkait di proses ini," kata Kabiro Hukum KPK Setiadi.

Dia menjelaskan alat bukti rekaman tersebut didapatkan pada 2013 saat proses penyelidikan. Namun dia tidak bisa menjelaskan isi rekaman tersebut.


"Rekaman itu dari hasil penyelidikan rekan-rekan tahun 2013 dalam rekaman itu informasi dari penyidik ada beberapa pihak saksi, baik di dalam maupun luar, menyampaikan hal-hal terkait pemohon. Saya tidak bisa sampaikan substansi isinya karena tidak jadi diberikan kesempatan dan izin," ujar Setiadi.

Padahal, menurutnya, pemutaran alat bukti rekaman itu untuk menjelaskan adanya bukti permulaan yang cukup berdasarkan Pasal 44 UU KPK ayat 2 untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. Selain itu, dengan adanya pemutaran rekaman KPK, itu tidak bermaksud mempengaruhi opini publik.

Tonton Video 20detik: Dirut PT Quadra Solution Jadi Tersangka Keenam di Kasus Korupsi e-KTP (yld/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads