"Kita mendapatkan sekitar sebelasan rekening. Rekening ini kemudian akan kita mintakan kepada PPATK bagaimana aliran transaksinya," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (30/8/2017).
Surat permintaan penelusuran aliran dana itu telah dikirimkan ke PPATK pada Selasa (29/8) kemarin. Ia mengatakan nantinya PPATK diharapkan dapat menelusuri aliran di rekening tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami belum bisa menyampaikan mengenai rekening ini, tapi ini adalah upaya kita untuk mengungkap bagaimana aliran dana yang bersangkutan, siapa yang memberi, siapa yang menerima, berapa jumlahnya, disalurkan kepada siapa, tentu ini yang akan dianalisis oleh PPATK," ungkap Martinus.
Sebelas rekening tersebut didapat dari hasil pendalaman penyidik. Selain mendapatkan informasi terkait dengan sebelas rekening, penyidik juga memiliki ekstraksi data 200 gigabyte dan melakukan pemeriksaan digital forensik.
"Ada tiga hal yang kita dalami sekarang ini, pertama, adalah melakukan ekstraksi terhadap data yang hampir 200 gigabyte dan kemudian ini satu-satu kita buka, kita lakukan pemeriksaan. Kemudian kita melakukan digital forensik jejak digital supaya kita tahu bagaimana komunikasinya, bagaimana terhubung dengan siapa, itu tentu yang menjadi catatan-catatan penyidik," ujarnya.
Nantinya ketiga hal itu akan diuji kebenarannya berdasarkan bukti yang ada. Jika dari ketiga hal tersebut ada kecocokan dengan bukti yang ada, bisa saja polisi melapor ke jaksa penuntut bahwa tersangka tidak kooperatif.
"Kalau dengan 3 hal ini kemudian kita sandingkan dengan pernyataan-pernyataan dia yang selama ini berbeda antara satu dengan yang lain, tentu berakibat kepada yang bersangkutan tidak kooperatif selama pemeriksaan. Ini catatan oleh penyidik nanti yang akan disampaikan kepada penuntut dan tentu akan mempersulit yang bersangkutan juga pada proses persidangan nantinya," ungkapnya.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faizal Tonong. Ketiganya diduga menyebarkan ujaran kebencian melalui media sosial berdasarkan motif ekonomi atau pemesan jasa. (yld/jbr)