"Saya mohon, saya berharap pemerintah betul-betul menjadi pembina, bukan pembinasa. Jadi pembina itu kalau ada konflik didamaikan, bukan diperuncing. Kalau diperuncing, itu bukan pembina, namanya pembinasa," kata SDA di gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2017).
Terpidana korupsi itu senang karena dua kubu PPP yang berseteru, yaitu Romahurmuziy (Romi) dan Djan Faridz sama-sama mengambil jalur hukum untuk menyelesaikan konflik. Sebab, hal tersebut bisa menunjukkan mana kepengurusan yang sah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
SDA juga agak kecewa terhadap dualisme kepengurusan yang terjadi di PPP saat ini. Alasannya, hal tersebut mengacaukan PPP karena sama-sama memperebutkan kursi ketum.
"Nah itu kan yang mengacaukan PPP jadinya, karena tidak ada kepastian siapa sebetulnya yang berhak memimpin PPP," katanya.
Mendekati Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019, SDA menilai, bila dualisme tidak segera diselesaikan, hal itu akan mengganggu persiapan di lingkup internal PPP. Karena itu, dia ingin partai berlambang Kakbah tersebut segera terlepas dari konflik kepengurusan yang berlarut-larut.
"Pasti akan mengganggu pelaksanaan pilkada, pelaksanaan pilpres dan semua perjalanan politik PPP terganggu karena faktor legalitas yang tidak jelas itu," tuturnya.
Pada 12 Juni lalu, MA mengabulkan gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Romi. Dengan putusan itu, MA menyatakan PPP yang sah adalah PPP kubu Romi.
"Mengabulkan permohonan Romahurmuziy," demikian bunyi putusan MA. (bis/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini