Saksi: Tarif Bikin Calling Visa via Atase KBRI Malaysia Rp 1 Juta

Saksi: Tarif Bikin Calling Visa via Atase KBRI Malaysia Rp 1 Juta

Aditya Mardiastuti - detikNews
Rabu, 23 Agu 2017 11:50 WIB
Suasana sidang eks Atase Imigrasi KBRI Malaysia. (Aditya Mardiastuti/detikcom)
Jakarta - Mahamadou Drammeh mengaku mengurus calling visa melalui Dwi Widodo, yang saat itu menjabat Atase Imigrasi KBRI Malaysia. Untuk mengurus calling visa itu, Mahamadou mengaku membayar Rp 1 juta kepada Dwi.

"Rp 1 juta untuk Dwi Widodo, Rp 1,5 juta yang dibayar ke loket (imigrasi)," ucap Mahamadou ketika bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Dwi Widodo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/8/2017).


Mahamadou merupakan Direktur PT Sandugu International yang dihadirkan sebagai saksi. Awalnya, dia mengaku berkomunikasi melalui e-mail dengan salah satu staf Dwi yang bernama Kartika. Sedangkan uang yang disetorkan biro jasanya sebesar Rp 1 juta itu ditransfer ke rekening Widodo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya transfer rupiah semua, ke rekening BRI," terangnya.

"Uang itu di luar biaya pengurusan visa untuk fee Pak Dwi Widodo," sambungnya.

Mahamadou mengaku sejauh ini sudah membuatkan calling visa untuk sekitar 108 orang bagi warga negara Afrika, seperti Angola, Gambia, Mozambik, Nigeria, Senegal, dan Kenya. Dia menyebut mayoritas dari 108 orang itu merupakan pedagang. Dia mengaku lupa total uang yang ditransfer ke Widodo.


"Kalau transfer, saya nggak ingat," jelas Mahamadou.

"Kalau di catatan saya sekitar Rp 245 juta," kata jaksa KPK Ahmad Burhanuddin.

"Bisa jadi, belum saya hitung," jawab Mahamadou.

Mahamadou mengaku uang itu ditransfer beberapa kali melalui rekening keponakan dan sekretarisnya, Ayu Mandou Lestari. Namun Mahamadou menyebut Widodo tidak pernah meminta langsung uang fee untuk jasa calling visa.

"Atas kebaikan saya saja, untuk bisa dapat (calling visa)," katanya.

"Apakah tanpa uang itu calling visa tidak bisa diproses?" tanya hakim.

"Tanpa uang itu calling visa tetap diproses," jelas Mahamadou.


Mahamadou menjelaskan biaya yang sebenarnya dibutuhkan untuk mengurus calling visa sebesar RM 400 kemudian ditambah fee Rp 1 juta. Sedangkan dia mematok uang jasa sebesar USD 200 kepada kliennya.

"Kalau Bapak ke Indonesia pertama kali dari Afrika untuk bisnis saya ajak ke Tanah Abang, Bandung, belanja Bapak nggak bayar (jasa). Kalau Bapak bawa bukti uang jaminan USD 20 ribu-30 ribu karena dapat komisi. Kalau minta jalan-jalan aja saya minta USD 200," urainya.

Terdakwa Dwi Widodo kemudian menanggapi dan menjelaskan proses mengurus calling visa di KBRI Malaysia. Dia menampik mempermudah pengurusan calling visa dengan menghapus proses wawancara para pemohon.

"Mengenai wawancara dan kenapa harus melakukan pengajuan visa di Malaysia, jadi untuk pengajuan calling visa dan brafak tidak ada SOP wawancara. Sebagaimana lazimnya online setelah ada persetujuan direktorat imigrasi wawancara petugas loket," kata Widodo.

"Jadi bukan saya yang wawancara. Karena di loket bayar sekaligus wawancara. Jadi wawancara tidak dilakukan saat pengajuan brafak, karena sifatnya kami meneruskan online," sambungnya.

Widodo menambahkan Malaysia menjadi negara favorit pengajuan calling visa karena kebijakan untuk warga negara dari daerah rawan lebih longgar. Jadi banyak warga negara, seperti Afrika, mengurus calling visa di KBRI Malaysia.

"Lalu kenapa di Malaysia, karena Malaysia punya kebijakan keleluasaan negara lain datang ke Malaysia. Jadi kami di KBRI, jadi bukan kemauan saya, 'ayo datang'. Kebijakan Malaysia lebih longgar," paparnya. (ams/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads