Miryam Haryani, dari Tangisan hingga Tudingan ke 7 Penyidik KPK

Miryam Haryani, dari Tangisan hingga Tudingan ke 7 Penyidik KPK

Dhani Irawan - detikNews
Senin, 21 Agu 2017 09:51 WIB
Miryam S Haryani (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Miryam S Haryani, politikus Partai Hanura yang sejak duduk sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, memunculkan berbagai polemik. Dimulai dari tangisan ketika pertama kali bersaksi, kini Miryam menuding adanya pertemuan antara 7 penyidik KPK dan Komisi III DPR.

Awalnya Miryam hadir dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 23 Maret 2017. Saat itu dia diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.


Saat itu sebenarnya Miryam disebut tidak bisa datang dalam sidang. Namun, saat jeda sidang di siang harinya, tiba-tiba Miryam muncul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia pun langsung mencabut seluruh keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Miryam mengaku BAP itu dibuat atas tekanan penyidik KPK.

"Saya minta saya cabut semua karena saya dalam posisi tertekan," kata Miryam saat bersaksi saat itu.

Ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar sempat mengingatkan Miryam tentang ancaman pidana bila memberikan keterangan yang tidak benar. "Ibu itu anggota Dewan yang terhormat Bu? Kalau Ibu memberikan keterangan tidak benar, bukan masalah korupsinya Bu, di KUHAP juga ada pidana untuk kesaksian palsu. Kalau disimak keterangan Ibu dari awal dalam BAP, semua Ibu jelaskan secara detail dan rinci ke mana aliran dana tersebut mulai dari ketua komisinya, Chairuman Harahap," tutur Jhon.


"Ada ancaman pidananya Bu, berat, paling tidak 3 tahun atau paling lama 12 tahun," Jhon menambahkan.

Namun Miryam tetap pada pendiriannya. Dia pun meminta agar BAP miliknya dicabut. Hakim pun akhirnya meminta jaksa untuk memanggil penyidik KPK termasuk Novel Baswedan untuk dikonfrontasi dengan Miryam.

Akhirnya pada sidang tanggal 30 Maret 2017, 3 penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, A Damanik, dan Irwan, dihadirkan. Ketiganya dikonfrontasi dengan Miryam.

Ketiganya menegaskan tidak ada tekanan yang diberikan saat memeriksa Miryam. Meski demikian, Miryam lagi-lagi tetap merasa ditekan saat menjalani pemeriksaan di KPK.


Pada akhirnya, Rabu, 5 April 2017, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberian keterangan tidak benar atau keterangan palsu dalam sidang tersebut. Miryam pun dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Selepas itu, KPK mencari keberadaan Miryam sebab selalu tidak hadir ketika dipanggil sebagai tersangka. Miryam akhirnya ditangkap di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada 1 Mei 2017. Penangkapan itu dilakukan setelah KPK meminta bantuan Polri dan menjadikan Miryam sebagai buron.

Tak terima, Miryam pun mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun gugatan Miryam itu kandas setelah hakim menolak seluruh permohonan Miryam dalam sidang 23 Mei 2017.

Miryam Haryani, dari Tangisan hingga Tudingan ke 7 Penyidik KPKMiryam S Haryani (Agung Pambudhy/detikcom)


Kasus Miryam pun berlanjut dan terus diproses KPK. Dalam perjalanannya, muncul beberapa inisial yang disampaikan salah seorang saksi yang diperiksa untuk Miryam, yaitu Elza Syarief dan Farhat Abbas.

Nama Elza muncul lantaran kantornya pernah digunakan Miryam untuk bertemu dengan beberapa orang. KPK pun terus mengebut pemberkasan Miryam hingga akhirnya surat dakwaan Miryam dibacakan pada 13 Juli 2017.

Sidang Miryam pun bergulir dan pada 14 Agustus 2017 muncullah video rekaman Miryam di KPK. Dalam video itu, tampak Miryam berada di salah satu ruangan bersama penyidik KPK, Novel Baswedan dan Ambarita Damanik.


Miryam bercerita tentang 7 penyidik KPK yang membocorkan jadwal pemeriksaannya ke Komisi III DPR. Bahkan salah satunya diduga sebagai unsur direktur KPK.

"Pak, boleh nggak saya tanya (tawa), KPK independen nggak sih? Setiap anggota DPR punya 'masalah' selalu dipanggil Komisi III," kata Miryam kepada Novel.

Miryam kemudian menirukan ucapan salah seorang koleganya tersebut. "'Iya pasti lo tadi dipanggil kan ke KPK? Gue udah ketemu penyidik 7 orang dengan pegawainya'. Terus ketemu sama ini Pak," kata politikus Hanura ini.

Miryam tak menjawab ketika ditanya soal pihak yang dimaksud. Dia hanya menyerahkan secarik kertas kepada Novel.

"Hmm... Pak Direktur," ujar Novel seperti dalam rekaman.


Jaksa kemudian menanyakan isi rekaman tersebut kepada Ambarita. Ambarita saat itu mengaku tak menjawab saat ditanya tentang independensi KPK. Namun dia membenarkan bahwa Miryam menyebut ada tujuh penyidik KPK yang akan mengamankan Miryam.

"Beliau menyebut 7 pegawai KPK yang disebut-sebut menemui beliau harus diamankan. Salah satunya yang tercantum adalah surat panggilan waktu itu," kata Ambarita.

Hal itu pun memicu tanggapan dari Komisi III DPR dan KPK. Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong agar dugaan adanya pertemuan 7 pegawai KPK dengan anggota Komisi III dibawa ke ranah hukum.

"Sebab, dalam UU KPK sangat jelas diatur. Jika benar ada penyidik menemui pihak-pihak terkait perkara dalam penanganan perkara, tindakan tersebut adalah pidana," ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/8).



Sedangkan KPK melakukan pemeriksaan internal berkaitan dengan tudingan itu. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut Direktur Penyidikan KPK Aries Budiman, yang dituding melakukan pertemuan dengan anggota Komisi III, berinisiatif diperiksa pengawas internal. Febri menyebut Aries menyatakan tidak pernah melakukan pertemuan itu.

"Secara prinsip diterangkan tidak ada pertemuan antara Direktur (Penyidikan KPK) dengan anggota Komisi III DPR, dan bahkan Direktur mengatakan tidak mengenal anggota DPR," ujar Febri, Minggu (20/8). (dhn/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads