Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyebutkan safe house penting untuk melindungi saksi. Safe house pun tak bisa sembarangan, ada kriteria tertentu,
"Saksi yang ditempatkan dalam safe house merupakan terlindung (saksi/korban/pelapor) dalam kondisi khusus yang sangat terancam keselamatan jiwanya. Penempatan dalam safe house adalah perlindungan paling maksimal bagi terlindung. Karena itu ada konsekuensi komunikasi terlindung dengan pihak lain akan dibatasi," ucap Edwin dalam keterangannya, Rabu (9/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pengelolaan safe house diterapkan standar tinggi, berbeda dengan rumah tinggal pada umumnya," ujar Edwin.
Menurutnya, tidak hanya standar bangunan yang dicek, tetapi unsur pengamanan lain terhadap safe house harus dipertimbangkan pula. "Standar tersebut bukan hanya berlaku terhadap bangunan dan kelengkapan dari safe house tersebut, tetapi juga meliputi tenaga pengamanannya, pengemudi atau transporter yang terampil, serta mempertimbangkan lokasi yang mudah dituju apabila dalam kondisi darurat," kata Edwin.
Edwin juga menegaskan 3 poin penting terkait safe house yaitu keamanan, kenyamanan, dan kerahasiaan. Dia juga menyebut selama ini, KPK dan LPSK pun telah bekerja sama melindungi saksi dalam beberapa perkara.
"Terkait pengelolaan safe house, faktor keamanan, kenyamanan dan kerahasiaan menjadi faktor utama. Bila keberadaan safe house tersebut telah diketahui pihak luar, maka tempat tinggal tersebut tidak layak lagi dijadikan safe house," ujar Edwin.
Sebelumnya, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut dalam Pasal 15 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan kewajiban KPK untuk melakukan perlindungan terhadap saksi. KPK juga merujuk pada Undang-undang nomor 13 tahun 2006 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban terkait safe house tersebut.
"Salah satu bentuk perlindungan saksi adalah safe house atau rumah aman. KPK memiliki kewajiban untuk melindungi saksi sesuai dengan ketentuan di Pasal 15 huruf a UU 30/2002," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (9/8).
Pasal 15 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 berbunyi:
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban:
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;
Sedangkan, dalam Pasal 12 A ayat (1) butir f hingga h dalam UU nomor 31 tahun 2014 itu disebutkan bahwa:
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPSK berwenang:
f. mengelola rumah aman;
g. memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
h. melakukan pengamanan dan pengawalan;
![]() |
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menyebutkan bila LPSK dan KPK pun sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) terkait safe house tersebut. Kerja sama antara KPK dengan LPSK itu disebut Abdul sudah berlangsung beberapa kali terkait perlindungan saksi.
"Terkait dengan LPSK dan KPK, kita kan sudah ada MoU dan MoU terkait perlindungan saksi makanya ada beberapa saksi yang dimintakan oleh KPK untuk dilindungi oleh LPSK. Atas permintaan itu, kita bisa lihat kebutuhannya kan, apakah memang yang bersangkutan perlu dilindungi di rumah aman, atau pengawalan, pengamanan saja, atau pendampingan saat proses pemeriksaan, itu selama ini sudah berlangsung," ucap Abdul ketika dihubungi terpisah, Rabu (9/8/2017). (dhn/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini