Yogyakarta - Gara-gara ditarik biaya sewa rumah, sekitar 200 warga Pengok, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta menggelar demonstrasi. Mereka juga diancam tidak boleh menempati lagi perumahan dinas itu oleh PT Kereta Api Indonesia (KA). Aksi yang dilakukan Paguyuban Peduli Perumahan Kereta Api (P3KA), Senin (9/5/2005) pukul 11.00 WIB digelar di gedung DPRD DIY, Jl. Malioboro Yogyakarta. Sebelum mendatangi gedung dewan, sejak pukul 09.00 WIB, ratusan warga sudah berkumpul di sekitar perumahan PJKA di Kampung Pengok. Puluhan aparat Poltabes Yogyakarta dan Koramil Gondukusuman turut mengawal aksi menuju gedung DPRD DIY dengan menggunakan mobil dan motor.Mereka membawa poster bertuliskan 'tolak dan cabut tarif sewa rumah di Pengok dan sewa rumah sorry nggak usah yaa...'. Warga juga membawa foto bergambar raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas.Setelah menggelar orasi selama 30 menit di teras gedung dewan, warga Pengok akhirnya diterima anggota Komisi A yang diketua oleh Nasrullah Krisnam dari PDIP.Dalam dialog itu, wakil P3KA, Hadi Kawir mengatakan, sebagian besar warga Perumahan PJKA Pengok menolak tarif sewa yang dilakukan oleh PT KA Daops VI terhadap 330 KK yang tinggal di rumah dinas. Alasan warga menolak pindah dan tidak mau membayar tarif sewa, karena sebagian besar warga adalah bekas karyawan atau pensiunan PJKA.Sebelum dikenakan tarif sewa, beberapa bulan lalu ada petugas PT KAI yang mendata warga yang tinggal di perumahan dengan meminta fotokopi KTP. Namun setelah itu, ada tarif sewa rumah yang dikenakan setiap keluarga, yang besarnya berbeda-beda. Ada yang diharuskan membayar kepada PT KA sebesar Rp 20 ribu - Rp 550 ribu/bulan. Namun bila ada salah satu anggota keluarganya yang masih bekerja di PT KA, tarif sewanya lebih ringan."Kami tinggal di Pengok sudah lebih dari 30 tahun. Bahkan ada ahli waris yang tinggal selama 50 tahun, sejak kakek bekerja di PJKA zaman kemerdekaan," katanya.Selain itu, kata dia, tanah yang digunakan untuk perumahan itu ternyata adalah tanah Kraton Yogyakarta atau Sultan Ground yang disewakan kepada perusahaan kereta api Belanda NISM (Nederland Indische Spoor Maatschapij). "PT KA hanya mendapat tanah itu dari perusahaan kereta api Belanda saja. Banyak warga yang langsung menempati rumah-rumah Belanda yang kosong ditinggal pergi saat zaman perang kemerdekaan," kata dia. Oleh karena tanah itu berstatus milik Sultan, warga juga berusaha meminta agar tanah itu bisa dimiliki secara perseorangan dengan mengajukan kepada kraton. "PT KA tidak berhak mengusir kami, karena tanah itu milik kraton," kata Kawir.Kepada anggota dewan, warga meminta jaminan tidak akan terjadi penggusuran dan pengusiran oleh PT KA terhadap warga yang sudah membayar ataupun belum membayar. Mereka juga meminta agar kebijakan yang dilakukan PT KA itu bisa dicabut.
(asy/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini