Yulianis yang berbicara di depan pansus angket pada Senin (24/7) menyebut bila KPK mengistimewakan Nazaruddin. Dia bahkan menyebut bila Nazaruddin masih bisa mengatur bisnis di dalam selnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Sukamiskin.
"Tujuan saya bicara di sini bukan untuk menjelekkan KPK, bukan untuk melemahkan atau menjatuhkan KPK, tapi supaya KPK berhenti mengistimewakan Nazaruddin," ujar Yulianis di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yulianis dalam tuduhannya menyebut keistimewaan Nazar dapat dilihat saat aset Nazaruddin banyak yang tidak disita oleh KPK. Juga bebasnya Nazaruddin memanggil para karyawannya ke penjara untuk rapat.
"Waktu Pak Nazar di Lapas Cipinang itu ada ruangan khusus untuk mengumpulkan karyawannya. Lalu di Mako Brimob itu di samping ruang tahanan ada tempat untuk kumpul. Kalau di Rutan KPK memang agak ketat, tapi dia berpura-pura ke rumah sakit dan bertemu karyawannya di situ," jelas Yulianis.
Hal itu langsung dibantah Kabiro Humas KPK Febri Diansyah. Menurut KPK, semua saksi dan tersangka memperoleh perlakuan yang sama.
"Hubungan istimewa itu mungkin kecurigaan. Dan karena KPK memiliki sistem tersendiri dalam penanganan perkara, hal tersebut terminimalkan," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (24/7).
Baca juga: 8 Poin Serangan Yulianis ke KPK |
Dalam penanganan perkara korupsi Nazaruddin, KPK mengabulkan permohonan justice collaborator (JC). Namun bukan berarti ini kemudian memberi keistimewaan. Karena, bagaimanapun, keterangan Nazaruddin sebagai justice collaborator harus didukung oleh kesesuaian bukti lain.
"Terkait dengan pemberian status JC itu pun tidak bisa hanya dengan sikap KPK, namun juga membutuhkan pertimbangan hakim. Bagi pihak-pihak yang memberikan keterangan yang mengungkap keterlibatan pihak lain atau aktor yang lebih besar, hukum memang memberikan fasilitas terhadap yang bersangkutan," tegas Febri.
Selain itu, soal tudingan Yulianis soal pemberian uang Rp 1 miliar dari Nazaruddin kepada mantan pimpinan KPK Adnan Pandu Praja sebesar Rp 1 miliar, juga dibantah. Adnan Pandu langsung yang mengklarifikasi hal itu.
"Saya terkejut, tiba-tiba saudari Yulianis menyebut nama saya di sidang Pansus Angket tersebut. Saya disebut menerima uang Rp 1 miliar. Sesuatu yang tentu saja tidak benar," kata Adnan Pandu.
Apalagi pengakuan tersebut memposisikan Yulianis sebagai orang yang mendengar cerita dari rekannya, eks Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara, Minarsi. Ini tentu berbeda dengan posisinya ketika memberi informasi atas pengalamannya sendiri.
"Dalam hukum ini disebut hear say atau testimonium de auditu. Tentu jenis kesaksian seperti ini tidak bisa dijadikan alat bukti," tegas Adnan.
Selain itu, soal jemput paksa yang disebut Yulianis seperti penggerebekan teroris, KPK pun memberi penjelasan. "Kalau berlebihan atau tidak kan relatif ya, tergantung persepsi orang. Yang jelas, penyidik dalam bertindak telah sesuai dengan prosedur," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dimintai konfirmasi, Selasa (25/7).
![]() |