"Agresi sosial yang menyasar kepada para peserta didik berkebutuhan khusus tersebut menjadi sebuah isyarat, tidak hadirnya produk nilai nilai moral dari institusi pendidikan. Sekolah atau kampus selama ini hanya memfokuskan diri pada upaya memproduksi pengetahuan umum tanpa disertai produksi keterampilan sosial dan membangun empati terhadap sesama," kata Devie dalam keterangannya kepada detikcom, Selasa (18/7/2017).
Devie menjelaskan agresi sosial atau perundungan yang terjadi di masyarakat kepada individu berkebutuhan khusus masih sangat tinggi. Kondisi ini mendorong individu berkebutuhan khusus lebih sering digoda atau dijadikan obyek lelucon oleh orang lain di sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski banyak menerima agresi sosial dan bully, tak sedikit dari mereka justru memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Menurut Devie, hal ini lah yang membuat mereka harus dilindungi dan didukung lingkungan sekitarnya.
"Satu fakta yang sering tidak dipahami publik bahwa sebagaian individu berkebutuhan khusus justru memiliki tingkat kecerdasan tinggi, yang membuat mereka mampu berinteraksi di tengah βtengah masyarakat umum. Kemampuan inilah justru yang membuat publik semestinya memberikan perlindungan dan dukungan terhadap mereka, tidak menyadari bahwa individu tersebut memiliki kondisi khusus, dimana mereka memiliki sensitifitas dan perilaku yang berbeda," jelasnya.
![]() |
Untuk itu Devie meminta agar sekolah atau instansi kampus agar menciptakan atmosfer pendidikan yang merangkul semua pihak. Tak hanya itu sikap zero tolerance juga penting diterapkan untuk menghindari agresi sosial atau bully.
"Komitmen terhadap upaya membangun atmosfer pendidikan yang merangkul semua pihak, tidak cukup hanya hadir dalam slogan maupun visi dan misi institusi pendidikan, namun harus mampu diturunkan secara operasional dalam aksi dan interaksi di dalam sekolah/kampus," tambah Devie.
Terakhir yang ditekankan Devie adalah peran lingkungan sekolah dan rumah untuk memberikan pengawasan serta sanksi bila ada perilaku bully yang terjadi di sekitarnya.
"Sekolah tidak dapat hanya berharap kepada rumah, bahwa orangtualah yang semestinya menanamkan nilai-nilai kasih sayang kepada sesama. Karena Perilaku yang hangat harus terus menerus dibarakan, di setiap situasi, sampai perilaku tersebut sudah menjadi karakter setiap anak didik. Artinya, tanpa adanya pengawasan dan sanksi sekalipun, setiap anak didik, sudah mampu mengelola emosi dan empatinya kepada individu lain," tutup Devie.
(adf/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini