"Menurut saya nggak, saya merasa nggak ada konflik apa-apa. Apapun dalam konteks penegakan hukum, KTP elektronik, saya jalani, saya hargai, saya patuhi, saya ikut. Nggak ada saya datang (pemeriksaan) terlambat, partisipatif lah," kata Agun di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam konteks politik, saya tak bisa menghindar, sebagai orang politik saya punya hak untuk melakukan ini. Dan menurut saya, tak ada yang luar biasa tuh panitia angket ini, normal saja," sebutnya.
Agun menjamin tak akan ada upaya pelemahan KPK. DPR masih ingin KPK eksis memberantas korupsi.
"Saya yakin yang akan, dari kita bicara, semua di pimpinan hampir semua sepakat kita ingin KPK tetap ada, berjalan dalam koridor hukum, koridor demokrasi, dalam koridor hak-hak asasi yang semuanya didasarkan mandat konstitusi," tegasnya.
Dalam surat dakwaan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, KPK menyebut ada nama Agun ketika Andi Agustinus alias Andi Narogong membagikan uang haram e-KTP di ruang kerja (almarhumah) Mustokoweni pada kurun waktu September-Oktober 2010. Disebutkan dalam surat dakwaan itu, Agun menerima USD 1 juta.
"Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR sejumlah USD 1.000.000," ucap jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan beberapa waktu lalu.
Agun belakangan telah membantah dakwaan tersebut. Agun menyampaikan bantahannya soal penerimaan uang itu saat ditanya majelis hakim dalam sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/3).
"Tidak pernah," kata Agun waktu itu. (gbr/imk)