"Saya melihat relatif walau ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti MPR. Sosialisasi di kalangan seni, wayang, lewat perguruan tinggi," ungkap Ketua Fraksi PKB Abdul Kadir Karding dalam diskusi bertajuk 'Efektivitas Pelaksanaan Sosialisasi 4 Pilar' di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2017).
Karding menyebut meski MPR terus berupaya melakukan sosialisasi, hasilnya belum benar-benar signifikan. Pancasila dan 3 pilar konstitusi lain menurutnya harus menjadi doktrin bagi setiap warga Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peningkatan sosialisasi dianggap sangat diperlukan mengingat saat ini ada banyak isu-isu kebhinnekaan. Apalagi dengan adanya pilkada dengan berbagai perbedaan pilihan.
"Sudah banyak yang terbelah karena pilkada. Ini sangat tidak produktif. Semua pihak bertanggung jawab soal ini (sosialisasi 4 pilar). Menurut saya tidak ada yang lebih efektif dibanding lewat pendidikan," tutur Karding.
Soal jalur pendidikan ini menurutnya sudah berkali-kali disampaikan MPR kepada pihak Kemendikbud. Materi 4 pilar disebut Karding harus dimasukkan pada kurikulum pendidikan formal dan informal.
"Termasuk di ekstrakurikuler. Ideologi ini doktrin. Menanamkan nilai, paksakan lewat jalur formal maupun informal," sebut dia.
Tak hanya lewat pendidikan, sosialisasi 4 pilar dinilai Karding juga perlu digarap melalui media sosial. Seperti diketahui, media sosial saat ini menjadi sarana yang efektif dalam penggarapan isu-isu dan seharusnya itu bisa dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi.
"Yang belum digarap lewat media sosial, kita canggih mengelola produk di medsos. Saya belum lihat gerakan sosialisasi 4 pilar dikelola di medsos, berbeda dengan pilkada. Harusnya media sosial ini dipakai secara baik untuk sosialisasi. Seluruh harus kita dorong," kata Karding.
Sementara itu Ketua Fraksi PKS MPR Tifatul Sembiring menyatakan sosialisasi 4 pilar akan lebih efektif apabila dijalankan oleh semua anggota DPR dan MPR. Setidaknya ada kurang lebih 700 orang anggota DPR/MPR yang bisa menyebarkan nilai-nilai kebangsaan di 34 provinsi yang ada di Indonesia.
"Pertanyaannya mereka turun nggak? Apakah ada anggota dewan yang punya tim bagus? Kali ini mungkin (bisa sosialisasi) di kampus, lalu di kalangan adat, atau kalangan seni budaya. Kita pindah-pindah. Tapi ini nggak ada pembagian tugas, di dapil saya ada 10 anggota dewan tapi nggak ada pembagian tugas," beber Tifatul.
"Kalau ini disebarkan masif oleh anggota dewan, walau bukan satu-satunya yang paling efektif. Pemerintah yang juga mesti melakukan, masing-masing kementerian kan punya anggaran," imbuhnya.
Pemahaman soal 4 pilar disebut bisa mengurangi tensi-tensi negatif. "Karena kasus-kasus gini ada lah kasus seperti DKI ini, seolah terbelah. Harus ada rekonsiliasi nasional. Undang tokoh-tokoh untuk berdialog," tambah Tifatul.
Mengenai media sosial yang dijadikan sarana sosialisasi dianggap Pakar Komunikasi Politik Efendi Ghazali sebagai langkah yang tepat. Termasuk kesadaran masyarakat akan kebhinnekaan dan sikap saling menghormati serta memahami.
"Saya jarang melihat hashtag 4 pilar terus menjadi sesuatu yang kita bicarakan. Kalau kita melihat sesuatu indah seharusnya kita share dengan hashtag 4 pilar," urai dia.
"Salah satu kesadaran merasakan efektivitas 4 pilar, adalah munculnya kalimat 'indahnya kebersamaan'," lanjut Effendi.
Walau begitu, ia juga mengingatkan akan munculnya hoax jika sosialisasi 4 pilar digalakkan melalui media sosial. Hal-hal seperti itu menurut Effendi adalah suatu keniscayaan.
"Semakin sukses Bhinneka kita, semakin sukses hoax. Muncul perasaan kita yang sedimikan rupa menolaknya, lahan itu paling subur saat kita Bhinneka. Itu kontradiksi saat membicarakan 4 pilar di medsos," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini