Wacana revisi UU MD3 menjadi makin nyata sejak PDIP meminta tambahan kursi pimpinan DPR dan MPR saat Setya Novanto menjadi Ketua DPR lagi. PDIP sebagai fraksi dengan jumlah anggota terbanyak di DPR merasa seharusnya mendapat kursi pimpinan DPR.
Baca Juga: Manuver PDIP Kejar Kursi Pimpinan DPR
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pembahasan di Baleg, pembahasan revisi UU MD3 makin luas. Selain penambahan kursi pimpinan DPR dan MPR, yang merupakan aspirasi PDIP, ada permintaan dari PKS yang ingin mendapatkan kembali kursi pimpinan MKD. Wacana itu dicetuskan PKS lantaran kadernya yang duduk di kursi pimpinan MKD didrop dan diganti oleh Gerindra.
Baca Juga: Harmonisasi Revisi UU MD3 Diketok, Ada 6 Pasal yang Bakal Diubah
Tak hanya itu, kini datang pula permintaan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sudah punya 1 kursi di pimpinan MPR, DPD meminta tambahan jatah karena merasa sebagai fraksi dengan jumlah anggota terbanyak di MPR.
"Karena kan kedaulatan rakyat, pimpinan di DPD itu ini kan namanya juga usul. Kalau memang ada penambahan, tidak masalah dari satu jadi dua (di MPR). Harapannya asas keterwakilan," kata Ketua DPD Muhammad Saleh.
Saleh juga meminta poin-poin utusan Mahkamah Konstitusi (MK) masuk revisi UU MD3. DPD lalu mengirim surat ke DPR agar dilibatkan dalam pembahasan revisi UU MD3 dan surat itu sudah dibacakan dalam rapat paripurna.
Baca Juga: Minta Tambahan Kursi Pimpinan MPR, Ketua DPD: Untuk Penguatan
Fokus revisi UU MD3 yang awalnya hanya untuk menambah jumlah pimpinan DPR dan MPR kini makin meluas. Di saat yang sama, pembahasannya justru diundur.
Seharusnya, revisi UU MD3 disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (10/1/2017) kemarin. Namun pengesahan itu ditunda dan pimpinan DPR hanya membacakan surat dari Badan Legislasi.
"Belum (disahkan jadi inisiatif DPR hari ini). Mungkin rapat paripurna berikutnya," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas. (imk/van)











































