"Dari awal saya menduga tim ini punya banyak kelemahan," kata Haris Azhar saat dihubungi, Kamis (15/9/2016).
Menurut Haris, TPF yang dipimpin Irwasum Polri Komjen Dwi Priyatno ini tidak optimal bekerja karena tidak memiliki status kerja dan kewenangan jelas. Akibatnya penelusuran testimoni Freddy soal dugaan aliran dana ke oknum Polri tidak optimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Haris menyoroti pengumpulan data dengan meminta keterangan dari 64 orang. TPF diketahui meminta keterangan dari 20 orang dari internal Polri dan sisanya dari pihak eksternal seperti pihak Lapas.
"Dari metode kerja mereka sangat normatif. Misalnya mengecek dugaan aliran uang Rp 90 miliar dengan hanya mengecek rekening, seharusnya tidak begitu," sebut Haris.
TPF menurut Haris semestinya menguji dugaan aliran duit total Rp 90 miliar dengan tidak hanya mengandalkan penelusuran transaksi antar rekening yang datanya diminta ke PPATK. Sebab bisa saja aliran uang diduga mengalir dengan menggunakan modus lain.
"Harusnya dicek apakah uang Rp 90 miliar seperti yang disebut Freddy itu adalah paket berupa uang atau benda lain, lalu bagaimana proses transfernya dan kapan transaksinya. Jadi tim ini lemah secara pola kerja, waktu kerja dan kewenangan," tutur Haris.
(Baca juga: Langkah Polri Sikapi TPF Freddy Budiman: Perwira yang Terima Ratusan Juta Disidik)
TPF hari ini mengumumkan hasil kerjanya. TPF menegaskan, tidak ada aliran duit dari Freddy ke oknum Polri. Namun TPF menemukan adanya pemberian uang dari terpidana lain bernama Akiong ke oknum Polri.
Selain itu Polri juga melakukan perbaikan di internal dengan melakukan rotasi bagi penyidik kasus narkoba. Ini dilakukan untuk menghindari kongkalikong personel Polri dengan pihak berperkara.
"Polri membentuk SOP penanganan kasus narkoba yang akuntable terkait rotasi penyelidik dan penyidik secara reguler untuk menghindari intimidasi berlebih," jelas Kadi (fdn/dra)











































