Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting mengatakan bahwa sebenarnya yang membuat lapas penuh adalah napi kasus narkoba bukan koruptor. Miko menyarankan lebih baik pemerintah mengkaji ulang sistem peradilan yang lebih berorientasi pada pemenjaraan.
"Konteks ini (wacana revisi) harus dipertimbangkan lagi, penting atau tidak. Menurut saya, hari ini tidak tepat mewacanakan itu. Itu pertama soal momentum yang tidak tepat. Kedua adalah apa yang sebenarnya dipermasalahkan. Saya lihat kalau masalah lapas yang penuh, masalahnya napi dalam kasus apa yang menghuni (lapas) apakah koruptor atau kasus lain. Dari data Kemenhum HAM lebih banyak kasus narkoba bukan koruptor. Jadi ini tidak sinkron (alasan lapas penuh)," kata Miko saat dihubungi, Rabu (17/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Miko mengakui bahwa sistem peradilan di Indonesia belum sempurna. Salah satu contohnya adalah banyaknya pengguna narkoba yang dipenjara, bukan direhabilitasi.
"Ini yang membuat lapas penuh. Akar permasalahannya, kalau dibilang (lapas) penuh karena pola yang masih mengedepankan pemenjaraan. Seharusnya dicarikan solusi yang lebih tepat," lanjutnya.
Momen kebijakan Menkum HAM yang hendak merevisi PP ini dianggap tidak tepat. KPK juga sudah menyuarakan penolakan terhadap revisi aturan ini.
"Argumennya dan momentumnya tidak tepat. Presiden sedang giat memerangi korupsi tapi malah ada wacana seperti itu (revisi PP 99/2012)," imbuh Miko.
Baca Juga: Revisi PP 99/2012 Mudahkan Koruptor Dapat Remisi, KPK Surati Presiden Jokowi
Menurut Miko, solusi alasan lapas penuh dan yang menjadikan keluarnya wacana untuk merevisi PP tentang pemberian remisi pada koruptor adalah dengan mengkaji ulang Keputusan Presiden (Keppres) nomor 174 tahun 1999 tentang remisi. Alasannya karena jenis remisi yang diatur dalam Keppres sudah terlalu banyak. Apalagi ditambah hukum di Indonesia yang masih berientasi pada pemenjaraan.
"Tidak perlu direvisi. Yang harus dibenahi bukan PP nomor 99 tahun 2012, tapi yang harus dilihat lebih pada kebijakan remisi yang banyak masalah. Keppres nomor 174 tahun 1999 tentang remisi yang harus dikaji dahulu. Karena jenis remisi terlalu banyak. Masalahnya bukan soal remisi tapi soal hukum di negara ini yang masih berorientasi pada pemenjaraan," tutup Miko.
(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini