Menteri Susi Minta Dunia Internasional Serius Tangani Kejahatan Perikanan

Laporan dari Wina

Menteri Susi Minta Dunia Internasional Serius Tangani Kejahatan Perikanan

Arifin Asydhad - detikNews
Selasa, 24 Mei 2016 13:57 WIB
Foto: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berpidato dalam sidang sesi ke-25 CCPCJ (Asydhad/detikcom)
Wina - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi ketua delegasi Indonesia dalam sidang sesi ke-25 Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ). Susi pidato mengenai tema terorisme, namun dia juga memaparkan detail soal kejahatan perikanan. Susi meminta dunia internasional serius memperhatikan isu kejahatan perikanan ini.

Sidang CCPCJ ini dibuka Senin (23/5/2016) pukul 10.00 di ruang Plennary, Vienna International Centre, markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Wina. Sidang dibuka oleh Executive Director UNODC, dilanjutkan dengan pembacaan statemen dari kelompok regional, dan pembicara tingkat menteri untuk menyampaikan statemen nasional.

Agenda CCPCJ terdiri dari tiga hal, yaitu sesi pleno (pembukaan dan diskusi tematik), pembahasan rancangan resolusi, dan side event. Tema CCPCJ kali ini adalah "Criminal justice responses to prevent and counter terrorism in all its forms and manifestations, including the financing of terrorism, and technical assistance in support of the implementation of relevant international conventions and protocols."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Foto: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berpidato dalam sidang sesi ke-25 CCPCJ (Asydhad/detikcom)

Ruang Plennary dipenuhi para delegasi banyak negara saat sidang berlangsung. Sebagian besar negara mengirim menteri atau wakil menteri kehakiman sebagai ketua delegasinya, karena tema utama sesi ke-25 CCPCJ kali ini memang tentang peradilan kejahatan terkait terorisme.

Foto: Suasana sidang sesi ke-25 CCPCJ di Markas PBB di Wina (Asydhad/detikcom)

Menarik buat Indonesia, karena mengirim Susi Pudjiastuti sebagai ketua delegasi. Tidak hanya Indonesia, Norwegia yang merupakan mitra Indonesia dalam upaya mendorong kejahatan perikanan sebagai kejahatan transnasional terorganisir (transnational organized crime/TOC) juga mengirimkan Wakil Menteri Perikanan Ronny Berg sebagai pimpinan delegasi. Meski begitu, dalam forum ini, Susi didampingi oleh Dubes RI di Wina yang sekaligus Wakil Tetap RI di PBB Rachmat Budiman, Koordinator Satgas 115 Mas Achmad Santosa, perwakilan Kejaksaan Agung, dan perwakilan Bareskrim Polri.

Susi mendapat kesempatan sebagai pembicara pertama dari tingkat menteri. Setiap delegasi diberi waktu 10 menit untuk menyampaikan pernyataan nasionalnya. Sesuai tema, Susi menyampaikan di awal pidatonya mengenai kasus terorisme dan dampaknya, dan juga mendorong penguatan penegakan hukum.

"Didasari pengalaman kami, terorisme memiliki dampak negatif dan menghambat kondisi sosial keamanan dan tujuan pembangunan nasional. Menghadapi tantangan-tantangan itu, kami mendorong kuat semua negara untuk berperan dalam semua tingkat, termasuk dengan memperkuat penegakan hukum dan upaya terkait dalam pencegahan dan memerangi kejahatan terorisme ini dengan berlandaskan aturan-aturan di masing-masing negara dan instrumen internasional yang relevan," kata Susi.

Susi didampingi Dubes RI untuk Wina dan Koordinator Satgas 115 Mas Achmad Santosa

Menurut Susi, pembahasan terorisme ini merupakan saat yang tepat bagi CCPCJ untuk memberi penekanan khusus pada pentingnya penanganan segala bentuk kejahatan, dengan memastikan baik upaya pencegahan maupun peradilan pidananya sesuai koridor hukum demi pembangunan berkelanjutan pasca 2030. Salah satu dari banyak bentuk kejahatan ini adalah kejahatan transnasional perikanan terorganisir.

(Baca juga: Usulkan Kejahatan Perikanan Sebagai Kejahatan Transnasional Terorganisir, RI Galang Dukungan)

"Izinkan saya untuk menyampaikan bahwa kejahatan tranasnasional perikanan terorganisir sebagai salah satu bentuk kejahatan yang berkembang, yang mengancam tidak hanya Indonesia, tetapi juga negara-negara lain," tegas Susi yang memulai memasukkan isu kejahatan perikanan ini.

"Indonesia menegaskan kembali keprihatinannya bahwa saat ini tanggapan dari negara-negara lain untuk mengatasi kejahatan perikanan jauh dari memadai, dan masih banyak yang perlu dilakukan," sambung Susi. Untuk diketahui, soal kejahatan perikanan ini memang menjadi isu utama yang dibawa Indonesia dalam forum ini. Indonesia mendorong dan meyakinkan negara-negara lain bahwa kejahatan perikanan sudah sangat layak dimasukkan sebagai TOC.

Susi menegaskan dirinya memiliki ketertarikan khusus terkait dengan laut dan sumber daya yang terkandung di dalamnya. "Saya pikir Anda akan setuju dengan saya bahwa begitu sangat pentingnya laut untuk ekonomi, mata pencaharian dan cara hidup kita," tegas Susi. Namun, tangan-tangan jahat manusia telah memengaruhi kehidupan laut, terutama ikan dan satwa-satwa laut dan ekosistemnya.

Dalam beberapa dekade terakhir, gara-gara pencurian ikan, stok ikan di dunia berkurang hingga 90,1 persen. Di Indonesia sendiri, pencurian ikan menyebabkan kerugian negara sekitar US $ 20 miliar setiap tahun. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa hal itu juga telah memengaruhi perekonomian nelayan skala kecil. Misalnya, jumlah nelayan menurun hanya dalam rentang satu dekade, dari 1,6 juta orang (2003) menjadi hanya 800 ribu orang (2013).

"Dengan demikian, pencurian ikan ini telah menjadi masalah utama, tidak hanya bagi pengelolaan perikanan berkelanjutan, tetapi juga merusak ekosistem dan akhirnya merugikan kehidupan manusia secara menyeluruh.

Susi kemudian menceritakan hal-hal yang sudah dilakukan Indonesia dalam memerangi pencurian ikan. Antara lain pemerintah Indonesia telah melakukan moratorium pemberian izin kapal ikan asing selama satu tahun sejak November 2014 hingga Oktober 2015. Selama satu tahun, Indonesia telah melakukan investigasi terhadap 1.100 kapal eks asing yang diduga melakukan pencurian ikan. Kapal-kapal ini memiliki kapasitas yang bisa mengeksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia, sehingga potensi sumber daya kelautan menurun drastis. Kapal-kapal ini juga terbukti melakukan duplikasi lisensi, satu lisensi bisa digunakan lebih dari 10 kapal.

Foto: Menteri Susi Pudjiastuti duduk di meja delegasi sebelum menyampaikan pidato (Asydhad/detikcom)

Selama proses audit, lanjut Susi, beberapa pelanggaran dan tindak pidana juga ditemukan. Ini termasuk, antara lain, pelanggaran dalam mempekerjakan kru asing sebagai ABK, memancing di luar daerah penangkapan ikan yang diizinkan, menggunakan metode penangkapan ikan dan peralatan yang merusak, mematikan pemancar selama operasi di laut, melakukan transhipment hasil tangkapan secara ilegal dengan imbalan mereka menyelundupkan orang dan barang ke negara lain, dan secara ilegal mengekspor hasil tangkapan ke luar negeri tanpa pengecekan Bea Cukai dan dokumen.

(Baca juga: Gaungkan Kejahatan Perikanan, Museum Illegal Fishing akan Dibangun di Pangandaran)

Dengan bukti-bukti ini, lanjut Susi, jelas kejahatan perikanan juga menimbulkan kejahatan-kejahatan lain, sehingga kejahatan perikanan perlu masuk dalam kategori kejahatan transnasional terorganisir. Kejahatan transnasional terorganisir di industri perikanan sekarang sebenarnya tumbuh menjadi aktivitas yang kompleks dan berbahaya dan berhubungan dengan kejahatan lainnya.

Berdasarkan bukti yang ditemukan di seluruh dunia, banyak kapal melakukan pencurian ikan, dengan melakukan praktik kerja paksa, perdagangan orang, dan penyelundupan senjata. Para pelaku kejahatan perikanan ini juga terlibat dalam kegiatan ilegal seperti pencucian uang, penyuapan, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penggelapan pajak, penyelundupan barang ilegal termasuk alkohol, rokok, dan obat-obatan tanpa kontrol Bea Cukai, serta penyelundupan spesies yang terancam punah seperti burung Cendrawasih, beo, kura-kura dan spesies lainnya yang dilindungi.

Terkait temuan-temuan kejahatan ini, kata Susi, Indonesia sudah melakukan tiga hal. Pertama, membentuk Satgas yang terdiri 5 instansi terkait untuk memerangi pencurian ikan. Kedua, menerbitkan kebijakan perlindungan hak asasi manusia dalam bisnis perikanan tangkap yang mewajibkan perusahaan untuk memiliki kebijakan hak asasi manusia sebagai prasyarat untuk memiliki izin usaha. Ketiga, mengubah UU Kelautan dan Perikanan untuk menghasilkan negara hukum yang konsisten dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dan sesuai konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir (UNCTOC).

"Memberantas kejahatan perikanan tidak mudah. Sebagian besar kejahatan ini melibatkan pengusaha besar, beking politik dan uang dalam jumlah besar. Kejahatan ini dilakukan di lebih dari satu negara, sehingga ini termasuk kejahatan transnasional," kata Susi. "Kejahatan transnasional perikanan terorganisir adalah fenomena kriminal. Dalam rangka memerangi itu, kerja sama internasional, termasuk dengan organisasi internasional yang relevan, sangat penting," sambung Susi.

Susi berharap negara-negara lain bisa memberikan perhatian yang besar terhadap kejahatan perikanan dan kejahatan terkait, dengan menempatkan kejahatan ini sebagai kejahatan transnasional terorganisir. Indonesia siap melakukan kerja sama internasional secara efektif dalam upaya bersama memerangi kejahatan ini.

(Baca juga: RI Perjuangkan Kejahatan Perikanan sebagai Kejahatan Transnasional Terorganisir) (asy/hri)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads