Indonesia tidak buru-buru membawa ke resolusi PBB sampai negara-negara lain sadar dan yakin bahwa kejahatan perikanan ini memang layak untuk dijadikan sebagai TOC. Untuk meyakinkan negara-negara lain, Indonesia terus menggaungkan upaya ini dengan melakukan pendekatan-pendekatan di forum internasional.
Salah satu yang akan dilakukan adalah menggelar high level side event (HLSE) pada sidang sesi ke-25 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (Commission on Crime Prevention and Criminal Justice - CCPCJ), Senin (23/5/2016). Indonesia menggelar acara ini dengan menggandeng Norwegia dan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan dari HSLE ini adalah untuk meningkatkan pemahaman negara-negara lain bahwa kejahatan perikanan ini termasuk kejahatan transnasional teroganisir. Selain itu juga untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mencegah dan memerangi kejahatan perikanan," kata Dubes RI untuk Wina yang juga Wakil Tetap RI untuk PBB berkedudukan di Wina, Rachmat Budiman, Senin (23/5/2016) di kantor KBRI Wina.
Menurut Rachmat, upaya Indonesia untuk membawa kejahatan perikanan sebagai TOC sudah cukup lama. Pada pertemuan ke-13 United Nations CCPCJ 12-19 April 2015 di Doha, Indonesia juga telah menyampaikan pandangannya bahwa UN CCPCJ perlu memberikan perhatian serius terhadap fenomena global kejahatan perikanan dengan menempatkan kejahatan perikanan sebagai bagian dari manifestasi kejahatan transnasional terorganisir. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Doha, sebuah dokumen politik yang berisi komitmen negara-negara dalam memerangi kejahatan transnasional teroganisir serta memperkuat sistem peradilan pidana dalam rangka pencegahan kejahatan.
"Namun pertemuan Doha hanya melahirkan komitmen, bukan kesepakatan bahwa kejahatan perikanan masuk ke dalam kejahatan transnasional terorganisir," kata Rachmat. Banyak negara yang masih melihat kejahatan perikanan bukan masuk sebagai TOC, dengan berbagai alasan, salah satunya mereka memandang bahwa kejahatan perikanan hanya sebagai masalah manajemen perikanan.
Karena itu, Indonesia akan terus menggalang kerjasama dengan negara-negara yang memiliki pemahaman yang sama. Beberapa negara yang selama ini sudah didekati, antara lain Norwegia, Meksiko, Australia, Amerika, Nigeria, dan Afrika Selatan. "Kalau memang nanti dukungannya kuat, maka kejahatan perikanan bisa kita usulkan ke meja resoulusi," kata Rachmat.
Rachmat kembali menegaskan bahwa kejahatan perikanan sudah selayaknya masuk sebagai TOC. Selain pencurian ikan ini merugikan negara, juga telah merusak lingkungan. Kejahatan perikanan selama ini juga diikuti oleh kejahatan-kejahatan yang sudah masuk sebagai TOC, seperti trafficking, penyelundupan manusia, perbudakan, dan juga korupsi. Kejahatan perikanan juga melibatkan lebih dari satu negara, sehingga perlu disikapi secara bersama-sama dengan negara lain. (asy/aws)