Pertengahan tahun 2000 silam, Fauzan bersama beberapa orang lain diperintahkan untuk menanam ganja di lahan seluas 1,5 hektare di pegunungan Lamteuba, Kecamatan Seulimum, Aceh Besar. Ia sudah tidak ingat identitas mafia orang yang menyuruhnya. Tanpa pikir panjang, pekerjaan tersebut diterimanya.
Tak lama berselang, Fauzan mulai menyemai bibit ganja dan selanjutnya menanam di ladang yang sudah disiapkan. Ia merawatnya dengan baik. Setelah menuggu dua hingga tiga bulan, masa panen tiba. Tapi ia tidak dapat menikmati hasilnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapolri tersenyum mendengar cerita Fauzan. Pria asal Desa Lambada, Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, Aceh itu kembali melanjutnya curahan hatinya. Tidak ada rasa takut terlihat dari wajahnya. Bahasa Indonesia yang ia gunakan kadang bercampur dengan bahasa Aceh. Rombongan yang hadir sesekali tertawa lepas dibuatnya.
Fauzan bercerita, berselang beberapa bulan setelah masa panen pertama usai, ia kembali menyemai bibit ganja dan menanam kembali di ladang yang sama. Ia merawatnya dengan sangat baik agar dapat memanennya setelah menunggu tiga bulan. Tapi lagi-lagi ia apes.
Menjelang masa panen tiba, serombongan Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengobrak-abrik ladang miliknya. Saat itu, konflik masih berkecamuk di Aceh. Warga yang hendak berkebun kerap harus berurusan dengan dua pihak yang bertikai. TNI dan polisi hampir setiap saat mendatangi kebun milik warga untuk memastikan tidak ada tanaman ganja. Jika ketahuan menanam ganja, pemiliknya akan mendapatkan hukuman berat dan tanamannya akan dimusnahkan. Mendengar ladang miliknya sudah di obrak-abrik, Fauzan menjadi ketakutan. Ia tidak berani lagi ke sana.
"Gak ada untungnya menanam ganja. Tahun 2001 saya berhenti dari petani ganja," jelasnya.
Selama dua kali menjadi petani ganja, Fauzan memperoleh bibit dari orang lain yang sudah duluan terjun menanam tanaman haram tersebut. Kala masa panen tiba para petani ini memotongnya pada pagi hari dan kemudian dikumpulkan di sebuah tempat. Baru pada sore hari ada orang yang mengambilnya. Selama menjadi petani ganja, Fauzan tidak pernah berhubungan langsung dengan orang yang menyuruhnya. Mereka rata-rata hanya mendapatkan pekerjaan untuk menanam hingga memotongnya. Setelah semuanya terkumpul, pekerjaan diambil alih oleh pemiliknya.
Saat pemusnahan ganja di Desa Lambada, Kecamatan Seulimum, pada Jumat (1/4) Fauzan dihadirkan ke sana. Ia bersama beberapa rekannya diminta untuk menceritakan pengalamannya menanam ganja hingga akhirnya taubat. Tapi hanya Fauzan yang berani blak-blakan. Yang lainnya, mengaku tidak dapat berbahasa Indonesia dengan lancar.
![]() |
Temukan Ladang Ganja 189 Hektare
Kapolri sempat berbincang-bincang dengan Fauzan selama beberapa menit. Usai itu, Jenderal Badrodin Haiti kemudian membakar tumpukan ganja dengan menggunakan kayu yang telah dicelupkan ke minyak. Asap hitam membumbung tinggi. Di sana, delapan hektare ladang ganja yang dimusnahkan. Totalnya, 189 hektare di 23 titik di tiga kabupaten di Aceh yaitu, Aceh Besar, Nagan Raya dan Gayo Lues.
Ladang seluas 189 hektare itu ditemukan aparat kepolisian setelah menggelar operasi Berantas Sindikat Narkoba (Bersinar) selama 10 hari. Pencarian kebun ganja dilakukan menggunakan helikopter dan jalan darat. Tim yang terlibat dalam operasi ini memotret lokasi dari atas ketinggian.
Kapolri sebelum mendarat di ladang ganja Desa Lambada sempat berputar menggunakan helikopter di atas pegunungan Aceh Besar. Ia melihat langsung hutan-hutan yang kini dialihfungsikan menjadi tempat menanam tanaman yang membuat candu tersebut.Β Β Β
"Narkoba ini sudah menjadi ancaman yang cukup serius bagi bangsa ini termasuk juga di Aceh. Di Aceh ada dua ancamannya yaitu tanaman ganja dan sabu-sabu," kata Kapolri yang berdampingan dengan Fauzan.
Hadir pada pemusnahan ini antara lain Kabareskrim Komjen Anang Iskandar, Assisten Operasi Mabes Polri Irjen Unggung Cahyono, Kadiv Humas Polri Irjen Anton Charliyan, Kapolda Aceh Irjen Husein Hamidi, Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Luczisman Rudy Polandi dan politisi PKS Nasir Djamil.
Pemusnahan ladang ganja seluas 189 hektare di tiga kabupaten Aceh ini diklaim dapat menyelamatkan 100 juta orang. Angka itu diperoleh jika satu orang mengkonsumsi lima gram ganja. Namun jika konsumsinya 1 gram perorang, maka 579 juta jiwa terselamatkan.
"Ganja 189 hektare ini memiliki pohon sebanyak 765 ribu pohon dan menghasilkan 579 ton ganja," ungkap Kapolri. Β
Lokasi ladang ganja di Aceh memang sangat sulit dijangkau. Sebagian besar terletak di lereng-lereng perbukitan atau di tengah hutan belantara. Aparat keamanan kewalahan mencarinya jika menggunakan jalur darat. Satu-satunya cara yaitu menggunakan helikopter.
Kapolri kini menyiagakan sebuah helikopter di Mapolda Aceh untuk memantau ladang ganja dari udara. Berdasarkan data yang dirilis polisi, selama Januari hingga Maret 2016 telah ditemukan 332 hektare ladang dibeberapa kabupaten di Aceh. Angka itu meningkat drastis dibandingkan tahun lalu yaitu 235,5 hektare.
"Ya meningkat karena dulu kita operasi jalur darat. Tahun ini kita mulai operasi dengan menggunakan helikopter, makanya ladang yang kita temukan sekarang lebih luas dibandingkan tahun lalu," kata Kapolres Aceh Besar, AKBP Heru Novianto saat ditemui di ladang ganja.
Pesan Polisi ke Fauzan
Jenderal Badrodin Haiti mengajak masyarakat yang menanam ganja untuk beralih ke tanaman produktif lain. Tanah di kawasan Lamteuba, Aceh Besar, misalnya memang sangat subur. Tanaman palawija sangat mudah hidup di sana. Tidak perlu pupuk.
"Kalau pakai pupuk lagi tanaman di sini tidak bisa berbuah. Karena tanahnya saja sudah sangat subur," kata Fauzan.
Usai 'pensiun' dari petani ganja, Fauzan memilih menanam pisang, kadang kedelai, jagung dan beberapa tanaman lain. Di Aceh Besar, menurut Fauzan, sudah ada 60 orang petani ganja yang memilih alih profesi. Pada tahun 2012 silam, Fauzan membentuk kelompok tani Oisca Lamteuba. Anggotanya hingga kini sudah 25 orang dan dia didapuk sebagai ketua. Mereka mempunyai lahan seluasΒ 15 hektare dan sudah ditanami berbagai tanaman di antaranya pisang, kedelai dan lainnya.
Tapi ada satu keluhan yang disampaikan Fauzan kepada Kapolri. Tanaman mereka sekarang sering diobrak-abrik babi karena tidak memiliki pagar. Akibatnya, hasil panennya selalu tidak sesuai harapan.
"Jagung kadang gagal panen gara-gara babi. Kami butuh bantuan pagar di sini pak," jelasnya.
Upaya mengubah petani ganja agar menanam tanaman produktif lain memang sudah lama dilakukan. Pada tahun 2012 misalnya, saat Kapolda Aceh masih dijabat Irjen Iskandar Hasan, aktif mengajak petani ganja untuk menanam buah naga. Kala itu, ia sepakat dengan Pemerintah Aceh untuk membimbing petani ganja agar mau beralih profesi dan mereka menjadi petani buah naga.
Namun upaya tersebut belum sepenuhnya berhasil. Kapolri menyebut, butuh waktu bertahun-tahun untuk mengubah ladang ganja menjadi lahan produktif.
"Di Thailand butuh waktu 20 tahun untuk mengubah ladang yang biasa ditanam untuk narkotika menjadi tanaman yang lain," ungkap Kapolri.
Berdasarkan data ungkap narkoba dalam tiga tahun yang dirilis Polda Aceh, sebanyak 1.305 orang ditangkap pada 2014. Angka itu meningkat pada 2015 yaitu 1.685 orang dan pada 2016 hingga Maret sudah 595 orang dijadikan tersangka. Mereka rata-rata terlibat kasus ganja, sabu-sabu dan ekstasi.
Ironi memang Aceh yang dikenal sebagai provinsi ke 8 dengan tingkat pengguna narkoba terbanyak di Indonesia tapi hingga kini belum memiliki panti rehabilitasi. Kepala Dinas Sosial Aceh, Al Hudri, menyebut, provinsi paling ujung barat Indonesia ini hanya mendapatkan jatah rehab pengguna narkoba sebanyak 10 orang setiap tahun. Para pecandu ini dikirim ke sebuah panti rehab di Sumatera Utara.
"Di Aceh sekarang sudah diperlukan panti rehabilitasi narkoba mengingat banyaknya pengguna narkoba mulai dari usia remaja hingga orang dewasa. Tanah untuk pembangunan panti sudah tersedia seluas 12 hektare di kawasan Aceh Besar," kata Hudri.
Saat bertemu Kapolri di ladang ganja, Hudri menyerahkan sebuah proposal. Isinya, tentang perlunya sebuah panti rehab dibangun di Aceh. Dalam proposal yang diserahkan Al Hudri, Dinsos juga melampirkan sertifikat tanah dan sketsa rencana pembangunan panti.
"Masalah panti jadi bahan kita untuk kita ajukan ke Kemensos dan DPR," kata Kapolri.
Narkoba yang beredar di Aceh kini tidak hanya ganja saja. Barang haram jenis lain pun mulai beredar. Untuk narkotika jenis sabu, rata-rata dipasok dari luar negeri melalui jalur tikus atau pun laut. Kebanyakan datang dari Malaysia. Pengguna sabu-sabu di Aceh rata berusia 14 hingga 65 tahun.
Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, Armensyah Thay, menyebutkan, daerah di Aceh yang banyak beredar sabu mulai dari Kabupaten Pidie hingga kabupaten Aceh Tamiang. Daerah lintas timur ini berdekatan dengan laut. Bahkan di sana juga banyak jalan-jalan tikus yang digunakan para bandar untuk memasok sabu-sabu. Peredaran sabu-sabu pada tahun 2015 di Aceh meningkat luar biasa dibandingkanΒ tahun 2014. Petugas beberapa kali menangkap bandar dengan barang bukti dalam jumlah besar.
"Peningkatannya sekitar 10 hingga 15 persen," kata Armensyah kepada wartawan Rabu (23/12/2015).
Untuk mencegah peredaran narkoba jenis sabu di Aceh, aparat keamanan harus memperketat pengawasan di jalur darat ataupun laut. Karena hampir semua pantai di wilayah utara Aceh dapat terhubung dengan wilayah lain ataupun Malaysia. Cara kedua yaitu dengan merehab pengguna.
"Jika pintu masuk sudah dicegah dan pengguna dikurangi, tentu kita berharap semakin hari semakin berkurang peredaran narkoba," kata Kapolri.
Di akhir pertemuan dengan Kapolri, Fauzan sempat berkelakar sehingga membuat semua rombongan tertawa. "Sekarang masyarakat di sini (Lamteuba) sudah miskin-miskin pak, karena sudah tidak tanam ganja lagi,"Β kata Fauzan sambil tertawa.
![]() |
Halaman 4 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini