Forum Rektor Optimistis GBHN Akan Dihidupkan Kembali

Forum Rektor Optimistis GBHN Akan Dihidupkan Kembali

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Kamis, 31 Mar 2016 00:39 WIB
Foto: Suasana forum rektor (Bagus Prihantoro/detikcom)
Jakarta -
Aliansi Kebangsaan, FKPPI, dan Forum Rektor menggelar Konvensi Haluan Negara. Mufakat yang tercapai dalam forum ini adalah mewacanakan kembali tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada UUD 1945 yang telah diamandemen, MPR tak lagi bertugas untuk menyusun GBHN. Kedudukan MPR pun menjadi lembaga tinggi negara, dari sebelumnya menjadi lembaga tertinggi negara.

"Sudah saatnya kita perjuangkan kembali. Berbagai kalangan dan kepentingan, termasuk staf MPR kita undang, orang politik kita undang semua. Saya optimistis perjuangan kita akan berhasil," kata Rektor Universitas Proklamasi '45 Dawam Rahardjo usai acara di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/3/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyadari bahwa untuk mengembalikan GBHN ke dalam UUD 1945 berpotensi memunculkan resistensi. Tetapi menurut dia, itu bisa dikurangi dengan melakukan sosialisasi ke masyarakat dan pemangku kebijakan tentang pentingnya GBHN.

"Kita enggak punya agenda politik, dan soal amandemen soal macam-macam kan pengalaman sejarah sudah panjang. Itulah konsekuensi. Jadi Insya Allah kami dari Forum Rektor bersama nanti MPR ke kampus-kampus kita ajak diskusi dengan baik untuk sosialisasi," imbuh Rektor Uhamka Suyatno.

Sementara itu untuk mengembalikan GBHN maka akan membuka peluang untuk melakukan amandemen Undang-undang Dasar. Mereka sepakat untuk menggulirkan wacana ini dengan amandemen terbatas saja, sehingga tak disusupi kepentingan lain.

Tidak menutup kemungkinan bahwa UUD 1945 akan diamandemen untuk kembali ke yang asli. Tetapi tentu bukan perkara mudah untuk membawa kembali konstitusi Republik Indonesia ke UUD 1945 pra amandemen.

"Semoga tak perlu lagi dekrit Presiden. Karena kondisinya sekarang tak sama dengan akhir 50an," imbuh Isharyanto.

Pada tahun 1959 memang Presiden pertama RI Sukarno pernah mendekrit UUDs 1950. Akhirnya Indonesia pun menerapkan kembali UUD 1945 seperti yang disusun sejak semula.

Meski menilai UUD 1945 yang asli lebih baik diterapkan, tetapi mereka juga menyebut hasil amandemen tak sepenuhnya buruk. Anggota Fraksi Golkar Ahmad Zacky Siradj yang ikut dalam konvensi ini menyebutkan beberapa hal baik dari UUD hasil amandemen.

"Pada hal-hal positif itu sendiri seperti adanya MK yang fungsinya menjaga undang-undang kita agar tidak disusupi asing dan sebagainya, seperti mengontrol. Hal seperti ini positif. Dari amandemen juga bisa batasi masa jabatan presiden. Walaupun dari berbagai hal ada yang tak sesuai dengan visi founding fathers kita," tutur Ahmad.

Selanjutnya Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin dari Palembang menambahkan, pembangunan nasional membutuhkan panduan. Oleh sebab itu GBHN harus dihidupkan kembali, kata dia.

"Ada yang salah dengan bangsa ini. Sekarang orang sudah pakai rompi tahanan KPK masih bisa senyum-senyum. Bangsa ini sudah kehilangan arah, sehingga butuh panduan," ujar Sultan Iskandar.

Ketua Aliansi Kebangsaan Ponco Sutowo juga menyebut bahwa GBHN merupakan panduan para pemangku kebijakan. GBHN diperlukan sebagai kontrol terhadap kebijakan pemerintah.

Senada dengan itu Ketua Forum Rektor Rachmat Wahab menekankan pentingnya kajian akademis dalam menyusun GBHN. Dia menegaskan, GBHN yang diwacanakan ini tak lagi bersifat 'top down' tetapi lebih 'bottom up' karena melibatkan suara publik lewat para akademisi.

Akademisi Yudi Latief juga menyatakan dalam forum ini, bahwa Indonesia sudah memiliki konsensus sejak proklamasi kemerdekaan. Sehingga saat ini membutuhkan konsepsi dalam bentuk haluan negara. (bpn/dhn)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads