Soekarno Melawan Takhayul Akik dan Piring Retak

Sisi Religius Soekarno

Soekarno Melawan Takhayul Akik dan Piring Retak

Danu Damarjati - detikNews
Rabu, 09 Sep 2015 15:55 WIB
Foto: Blog Roso Daras
Jakarta - Selain pergolakan politik, pergolakan religius juga dialami oleh Soekarno. Presiden pertama Indonesia ini pernah berusaha keras melepaskan takhayul untuk pantang makan menggunakan piring retak.

Pergolakan dalam diri Soekarno ini dialami ketika dia diasingkan di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, sekitar tahun 1934 hingga 1938.

Peristiwa ini diceritakan kembali oleh Cindy Adams dalam buku yang ditulisnya, 'Penjambung Lidah Rakjat Indonesia', yang versi digitalnya bisa dibaca di www.soekarno.net, diakses detikcom pada Rabu (9/9/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Pulau Bunga (Flores) aku membersihkan diri dari segala takhayul," kata Soekarno sebagimana ditulis Cindy Adams.

Saat itu umur Soekarno menginjak pertengahan 30 tahun. Sebelum di pulau ini, Soekarno mengaku sangat percaya takhayul. Soekarno pernah menjadi orang yang meyakini adanya hari baik, hari buruk, pantangan, jimat, dan batu cincin bertuah.

Tak terkecuali soal piring retak dan batu akik. Soal akik, dia pernah diberi batu cincin dengan bentuk yang spesifik. Dia dapati batu cincin itu dari seseorang di Bandung.

"Di Bandung ada orang yang memberiku sebentuk cincin pakai batu. Dalam batu itu terlihat lobang berisi cairan hitam yang tidak pernah tenggelam. Seperti biji kecil yang mengapung dan selalu berada di atas. Seorang pengagum memberikan benda yang aneh ini kepadaku," kata Soekarno.

Harapan dari si pemberi cincin, agar Soekarno tetap berada di atas seperti biji dalam cincin. Ada kekuatan ilmu gaib dalam cincin ini, dan Soekarno percaya kekuatan cincin ini. "Karena aku memerlukan segala kekuatan yang bisa kuperoleh," kata Soekarno.

Namun batu bertuah ini akhirnya berhasil dilepas oleh Soekarno, sekalian dengan takhayul-takhayulnya. Di Pulau Bunga, Soekarno merasa kepercayaan yang gila-gilaan ini harus dihentikan. Soekarno berhasil lepas dari cincin itu, atau lebih tepatnya cincin itu bisa lepas dari Soekarno, saat keadaan keuangan beranjak memburuk.

"Keadaanku sangat melarat ketika aku berkenalan dengan seorang saudagar kopra yang makmur di kota itu. Aku memutuskan untuk menjual pembawa untung yang besar ini kepadanya," kata Soekarno.

Namun bukan berarti Soekarno sudah benar-benar bersih dari takhayul. Masih ada satu lagi phobia Soekarno yang tersisa dan sangat sulit diusir dari jiwa.

"Engkau sudah melihat, penyakit takhayul yang jahat, akan tetapi mengapa engkau tidak pernah makan di piring retak, oleh karena engkau percaya bahwa bencana akan menimpamu kalau engkau melakukannya?" kata Soekarno bermonolog sebagaimana ditulis Cindy Adams.

Demi membebaskan diri dari kungkungan kepercayaan beracun, Soekarno memberanikan untuk makan menggunakan piring retak. Ternyata tak semudah yang dikira. Tangan menjadi gemetar. Di tengah ketakutan tak masuk akal itu, Soekarno membentak piringnya.

"Kemudian aku berpidato kepada piring yang ganjil ini yang begitu berkuasa terhadap jiwaku. Kataku, 'Hei engkau ....Β  engkau barang yang
mati, tidak bernyawa dan dungu. Engkau tidak punya kuasa untuk menentukan nasibku. Kutantang kau. Aku bebas darimu. Sekarang aku makan dari dalammu.'," kata Soekarno.

(dnu/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads