35 Nama Calon Pimpinan KY, Dari Pemecat Anak Jenderal hingga Eks Kasir Toko

35 Nama Calon Pimpinan KY, Dari Pemecat Anak Jenderal hingga Eks Kasir Toko

Andi Saputra - detikNews
Senin, 22 Jun 2015 09:12 WIB
Harjono (ari/detikcom)
Jakarta - Pansel Komisi Yudisial (KY) meluluskan 35 nama dari 71 orang dalam seleksi tes tertulis. Dari ke-35 nama itu akan dipilih 7 orang dari unsur hakim/mantan hakim, praktisi, akademisi dan tokoh masyarakat.

Siapa saja mereka? Berikut rangkuman singkat rekam jejak ke-35 nama orang itu dalam catatan detikcom, Senin (22/6/2015).

Hakim/Mantan Hakim

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Yutti Subarliani Halilin
Laksma (Purn) Yutti Subarliani Halilin menjadi satu-satunya mantan jenderal yang lolos tes tertulis. Yutti purnatugas sejak Oktober 2014 dengan posisi terakhir adalah Kepala Dinas Hukum Angkatan Laut (Kadiskumal) dari posisi sebelumnya yaitu Katera Dilmiltama Mahkamah Agung (MA).
Sebelum menjadi calon pimpinan KY, ia juga pernah mendaftar pimpinan KPK tapi gagal. Begitu juga saat mendaftar sebagai calon hakim agung pada 2008 sama-sama kandas.

2. Soemarno
Saat ini ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya, sebelumnya Ketua PT Banten. Ia pernah ikut seleksi hakim agung tahun 2011 tetapi gagal.

Soemarno mengaku punya dua anak yang berprofesi sebagai hakim. Yang satu masuknya lewat Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan satunya lagi masuknya lewat Pengadilan Tinggi Manado. Soemarno menyatakan dirinya tidak turut campur tangan dengan seleksi yang diikuti dua anaknya itu. Saat seleksi hakim agung 2011, ia juga mengaku memiliki anak yang berprofesi sebagai advokat. Saat ditanya apa akan terjadi konflik kepentingan jika anaknya menangani kasus di wilayahnya. "Insya Allah tidak, saya bisa menbedakan mana hubungan keluarga, mana hubungan yang mengandung konflik kepentingan,” kata Soemarno.

3. Ratna Harmani
Ia sehari-hari merupakan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) dan kini ditempatkan di Puslitbang MA.
Saat bertugas di PTUN Semarang, Ratna menjadi ketua majelis kasus pemecatan Arief Budiman dari kampus Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) pada Agustus 1995. Arief dipecat sebagai pengajar karena dinilai terlalu vokal terhadap pemerintah Orde baru kala itu. Ratna menganulir pemecatan tersebut. Namun Arief memilih keluar dari Indonesia dan menerima tawaran menjadi profesor di Universitas Melbourne.

4. Sarman Mulyana
Kolonel CHK (Purn) Sarman saat ini menjabat Direktur Pranata Tata Laksana Peradilan Militer MA. Pada 2008 ia ikut seleksi calon hakim agung tapi gagal.

Pada tahun 2000, Sarman menjadi ketua majelis yang menangani Letda AI, anak salah seorang mantan KASAD. AI ditangkap di sebuah hotel di Jakarta Barat dengan sejumlah obat terlarang di kamarnya. Mahkamah Militer II-08 Jakarta yang dipimpin Kolonel CHK Sarman Mulyana lalu menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan memecat AI dari TNI.

Sarman menilai AI terbukti bersalah menyimpan narkotika golongan satu dan psikotropika. AI lalu mengajukan banding ke Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II dengan hasil AI tidak perlu dipecat.

"Bila saja aparat penegak hukum berbuat sesuai koridor hukum, masyarakat tidak akan melontarkan tuduhan yang keji, meskipun belum tentu mengacungkan ibu jari. Sebaliknya, perbuatan sewenang-wenang meskipun bersembunyi di balik kewenangan akan menuai cercaan dan diikuti gelombang hinaan," tulis Sarman dalam blog pribadinya.

"Kala aku memuji seseorang Yang Mulia, orang lain pun ikut pula memujinya. Tapi sewaktu aku menghinanya, aku sendiri saja yang menghinakannya, orang lain tidak turut serta," sambung Sarman menyitir syair Arab.

5. Joko Sasmito
Namanya dikenal publik saat mengadili kasus Cebongan. Ia mengadili Serda Ucok Tigor Simbolon yang diberi vonis 11 tahun penjara. Serda Sugeng Sumaryanto diberi 8 tahun penjara, Koptu Kodik diberi 6 tahun penjara dan Serda Ikhmawan Suprapto yang diganjar 15 bulan penjara.
Sedikit anggota TNI di bidang hukum yang rampung menempuh pendidikan hingga gelar doktor dan Kolonel Joko Sasmito salah satunya. Ia meraih gelar doktor dari Universitas Brawijaya (UB) pada 2011 dengan IPK 3,80.

Desertasinya mengambil judul 'Pemberlakuan Asas Retroaktif pada Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat dalam Pengadilan HAM Ad Hoc di Indonesia'. 

Dalam desertasinya itu, ia memaparkan mekanisme ketentuan pemberlakuan asas retroaktif (asas berlaku surut) untuk pelanggaran HAM berat yang memberlakukan surut peraturan perundang-undangan, sebelum peraturan perundang tersebut ada atau diberlakukan telah menimbulkan reaksi pro dan kontra sampai saat ini. Walau asas ini dianggap menyimpangi asas legalitas, namun tujuan diberlakukannya untuk penegakan keadilan.

Di hadapan tim dosen penguji yaitu Prof Dr I Nyoman Nurjaya SH MH, Prof Masruchin Ruba'i SH MS, Dr Mohammad Ridwan SH MS, Prof Dr Kusno Adi SH MS, Dr Isrok SH MS, Dr Ibnu Tricahyo SH MH dan Dr Lufsiana SH MH, Joko mengemukakan pendapatnya yaitu perlu dilakukan revisi penjelasan Pasal 4 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang memberlakukan asas retroaktif dan melakukan revisi terhadap pasal 43 ayat 1 dan Penjelasan Umum UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM yang memberlakukan asas retroaktif dengan catatan kedua UU tersebut bertentangan dengan pasal 28 I ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 37 TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 Tentang HAM.

6. Maradaman Harahap
Sehari-hari ia merupakan hakim tinggi dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jawa Tengah sejak Januari 2015. Pria kelahiran Tapanuli pada 5 Juli 1948 merupakan hakim karier yang telah malang melintang bertugas di penjuru Nusantara. Sebelum menjadi Waka PTA Jateng, ia adalah Waka PTA Bangka Belitung.

7. Marny Emmy Mustafa
Saat ini ia adalah Ketua Pengadilan Tinggi Bandung. Sebagai seorang hakim, Emmy sudah pernah menjejakkan kaki di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sekayu, Serang dan Jakarta. Sebelum dilantik menjadi KPT Bandung, Emmy pernah menjabat sebagai KPT Banjarmasin dan KPT Medan.

Bagi Emmy, Jabar bukan tempat asing. Sebab dia sudah pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Cianjur dan Ketua PN Bandung.
Emmy juga pernah mendaftar calon hakim agung, tapi kandas. Pemegang gelar doktor ini concern terhadap isu-isu perempuan dan anak. Salah satu sumbangsihnya adalah mendorong peradilan yang ramah anak.

9. Harjono
Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengawali hidupnya dari nol. Saat menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) pada penghujung 90-an, ia nyambi menjadi kasir di toko bangunan untuk menyambung biaya kuliah. Selain itu, ia juga aktif bergabung di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan kerap menjadi mentor di berbagai kampus. Selepas kuliah, ia lalu mengajar di Unair.

Pada Pemilu 1999, Harjono pernah dipinang oleh PDI Perjuangan untuk menjadi calon anggota DPR dari Jawa Timur. Lamaran tersebut ditolak karena Harjono lebih sreg menjadi dosen. Namun, Harjono kembali ditawari oleh Soetjipto untuk mengisi posisi Utusan Daerah MPR dan Harjono menyanggupi karena ia tidak harus melepas dosennya.

Di gedung wakil rakyat itulah akhirnya Harjono menjadi salah satu sosok penting di balik perubahan UUD 1945, berkat gagasan-gagasannya yang cemerlang. Putaran politik membawanya menjadi hakim konstitusi dari jalur pemerintah periode 2003-2008. Ia lalu dipanggil lagi sebagai hakim MK untuk periode 2009-2014.

10. Anasroel Haroen
Saat ini ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Padang. Pada 2009, pria kelahiran 18 Juli 1948 itu sempat didaftarkan MA menjadi hakim agung tapi tidak lolos uji oleh KY.

Praktisi Hukum

1. Totok Winarto
Saat ini Totok merupakan satf ahli KY.

2. Sumartoyo
Sumartoyo sehari-hari adalah advokat yang tinggal di Cimahi, Jawa Barat

3.R Chandra Adam
Sehari-hari ia merupakan advokat dan tinggal di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

4. Ridarson
Sehari-hari Ridarson merupakan advokat di kantornya. S1-nya diraih dari UGM dan S2 dari Universitas Sheffield, Inggris dalam bidang Hukum Internasional dan  Komersial pada 1994. Saat ini ia mahasiswa doktoral Universitas Northwestern School of Law.
Beberapa keterlibatannya dalam bidang advokasi antara lain anggota tim pengacara Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim di kasus Bank Century dan pengacara untuk PT Sanyo Indonesia dalam kasus gugatan kepailitan.

5. MR Bratanata
Rekam jejak Bratanata tidak terlalu banyak. Ia tinggal Jalan Rawa Selatan II No 1, RT 11/005, Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat.

6. Indra Syamsu
Sehari-hari, Indra merupakan PNS di KY sebagai Kepala Bagian Penelaahan Laporan Masyarakat. Ia sempat mengikuti seleksi pejabat Eselon I Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Desember 2013 tetapi gagal. 

7. Bonthiny Abi Moro
Ia merupakan pensiunan PNS dan pernah mencoba seleksi pimpinan KPK 2014 tetapi gagal. Empat tahun sebelumnya, Bonthi juga pernah ikut seleksi pimpinan KPK tetapi juga gagal.

8. David Nixon Simanjuntak
Saat ini ia menjadi komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sehari-hari ia adalah advokat yang berkantor di Pulo Mas, Jakarta Timur.

Pria kelahiran 7 November 1968 ini menghabiskan waktu kecil hingga dewasa di Jakarta. SD ia selesaikan di Kayu Putih, SMP di Don Bosco II Jakarta dan SMA di SMAN 21 Jakarta. Adapun S1 di UKI dan S2 dari Sekolat Tinggi Hukum Iblam Jakarta.

9. Adil
Pranadjaja
Nama Adil sempat naik daun saat menjadi kuasa hukum Verry Idham Henyansyah alias Ryan, pelaku pembunuhan berantai 11 orang. Sehari-hari, ia berkantor di firma hukumnya, Adil Pranadjaja & Associates di Surabaya.

Pada 2009, ia ikut seleksi hakim konstitusi tapi kandas saat fit and proper test oleh DPR. Namanya tersingkir oleh pesaing-pesaingnya yang akhirnya DPR meloloskan Harjono.

Adil tidak asing dalam dunia yudikatif dan KY karena memiliki trah 'darah biru'. Bapaknya, Zainal Arifin merupakan komisioner KY 2005-2010 dan hakim karier dengan puncak tertinggi sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Aceh.

10. Andi Bachtiar
Sehari-hari, Andi Bachtiar sebagai advokat. Ia pernah menjadi hakim ad hoc tipikor Jakarta dan salah satu kasus besar yang ditanganinya adalah Artalyta Suryani-jaksa Urip Tri Gunawan.

Pada November 2013, ia menyatakan mengundurkan diri sebagai hakim ad hoc dengan alasan dizalimi oleh Mahkamah Agung (MA). Sebab sebagai hakim ad hoc, fasilitas yang diberikan pimpinannya diskriminatif dan dibeda-bedakan dengan hakim lainnya. Ia mundur setelah dimutasi MA ke Kupang. 
Alasan mutasinya adalah Andi menolak memberikan fasilitas rumah negara ke MA, padahal yang memberikan fasilitas itu adalah Setneg.

"Saya dinilai melakukan pelanggaran disiplin karena penyalahgunaan rumah dinas. MA mau menarik rumah dinas saya, sementara yang menyerahkan adalah Setneg. Harusnya yang menarik itu Setneg bukannya MA," ujar Andi kala itu.

Akademisi Hukum

1. Ani Purwanti
Sehari-hari Ani menjadi dosen di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Pada April 2015 lalu, ia tiba-tiba mengundurkan diri dari kandidat Dekan Fakultas Hukum (FH) Undip.
Ia meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) dengan judul desertasi 'Perkembangan Politik Hukum Pengaturan Partisipasi Perempuan di Bidang Politik pada Era Reformasi Periode 1998-2004'.

2. Aidul Fitruciada Azhari
Sehari-hari ia merupakan dosen di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). S1 dan S2-nya ia selesaikan di Universitas Padjadjaran sedangkan untuk program doktor dari Universitas Indonesia.

Saat menjadi mahasiswa, pria kelahiran 1 Januari 1968 di Tasikmalaya itu sempat didapuk menjadi Ketua PB HMI 1993-1994. Sebagai seorang aktivis, karya tulisnya tersebar di berbagai media serta beberapa buku telah ditelurkannya. 

Salah satunya adalah 'UUD 1945 sebagai Revolutiegrondwet: Tafsir Postkolonial atas Gagasan-gagasan Revolusioner dalam Wacana Konstitusi Indonesia'. Baginya, UUD 1945 sebagai Revolutiegrondwet bermakna bahwa UUD 1945 adalah UUD yang mengandung gagasan revolusi Indonesia yang berwatak nasional dan sosial. Tujuannya adalah dekolonisasi dan perubahan sosial ke arah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Dwi Andayani Budisetyowati
Sehari-hari ia mengajar di kampus Universitas Tarumanegara (Untar). S1 ia selesaikan di UGM dan S2 serta S3 di UI. Pada 2008 ia mengikuti seleksi hakim konstitusi tetapi kandas saat fit and proper test di DPR.

4. Farid Wadji
Ia sehari-hari merupakan dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dan baru meraih gelar doktor dari Universitas Sains Malaysia tahun lalu dengan disertasi tentang sertifikat halal. Selain mengajar, ia juga merupakan penggiat perlindungan konsumen dan menjadi Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan.

5. Jaja Ahmad Jayus
Hidup komisioner KY 2010-2015 itu hampir dihabiskan separuh waktunya dengan mengajar di Universitas Pasundan, Bogor, yaitu sejak 1989. 
Pendidikan formal ayah tiga anak ini ditempuh di FH Universitas Pasundan pada tahun 1989. Selanjutnya, gelar magister hukum diraihnya pada tahun 2001 dari Universitas Parahiyangan, Bandung, sementara gelar doktor diperolehnya dari Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2007 silam.

6. Hermansyah
Sehari-hari ia adalah dosen Universitas Tanjungpura, Pontianak. Sebelumnya ia merupakan aktivis lingkungan yang juga sebagai advokat. Salah satu yang diadvokasinya adalah kriminalisasi terhadap Anong, aktivis WWF Pontianak yang dituduh mencuri telur penyu.

8. Otong Rosadi
Sehari-hari, Otong merupakan dosen dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Ekasakti, Padang. Salah satu sepak terjangnya adalah menjadi saksi ahli untuk kasus Bali Nine. 
Saat itu, nyawa Andrew Chan dan Myuran Sukumaran berada di ujung tanduk. Lalu pengacara Bali Nine membawa masalah itu ke PTUN Jakarta dan meminta SK Presiden yang menolak grasi Bali Nine dibatalkan. Untuk meyakinkan hakim, pengacara menghadirkan Otong dan Otong menyatakan PTUN memiliki kewenangan untuk menyidangkan kasus gugatan atas itu.

9. Sahabuddin
Ia sehari-hari menjadi dosen Universitas Batanghari, Jambi. S1-nya ia raih dari kampus tersebut dan S2 dari Universitas Diponegoro (Undip) sedangkan S3 dari Universitas Sriwijaya (Unsri).

10. Suparman Marzuki
Saat ini Suparman merupakan komisioner KY 2010-2015 dan saat ini ia Ketua KY.Pria kelahiran Lampung, 2 Maret 1961 itu mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta. Ia aktif dalam kajian-kajian HAM dan sosiologi hukum.
Selain dosen, ia pernah menduduki jabatan sebagai Ketua KPU Provinsi DIY periode tahun 2003-2008 dan Direktur PUSHAM-UII sejak tahun 2000 hingga 30 Juni 2010.

Baru beberapa saat menjadi pimpinan KY, ia sudah dilaporkan ke Mabes Polri oleh Ketua MA Harifin Tumpa. Pemicunya, ia menyebut untuk menjadi hakim di Jakarta harus menyetor uang ratusan juta rupiah. Laporan ini berakhir dengan perdamaian.
Di era kepemimpinannya, KY terus membidik MA dan aparat di bawahnya. Dari hakim nakal, hakim yang suka selingkuh hingga hakim yang gemar main mata. Sayang, hingga hari ini hanya hakim-hakim dari daerah yang bisa dijaring KY.

11. Sudjito
Sehari-hari, ia merupakan dosen dan juga guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Ahli pidana aktif menulis di berbagai media massa itu penah gagal ikut seleksi calon hakim agung. Dia salah satu orang yang setuju dibangkitkan lagi Pengadilan Desa, semacam pengadilan adat.

12. Zen Zenibar
Ia sehari-hari adalah pengajar kampus Universitas Sriwijaya (Unsri). Ia adalah pengajar hukum tata negara dan ketua program doktor FH Unsri.Aidul pernah ikut seleksi hakim konstitusi 2014 tetapi gagal.

13. Taufiqqurohman Syahuri
Pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah pada 2 Mei 1960 itu saat ini masih tercatat sebagai pimpinan KY. Gelar doktor ia raih pada 29 September 2003 dengan judul disertasi Proses Perubahan Konstitusi (Perubahan UUD NRI Tahun 1945 dan Perbandingannya Dengan Konstitusi Negara Lain). Selain mengajar di berbagai kampus, ia juga sempat menjadi staf ahli Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008.
Sebagai pimpinan KY, ia salah satu penggerak utama lembaga itu. Ia tidak kenal lelah menjaga dan mengawasi perilaku hakim. Selain itu, ia juga membuka borok KY tentang politik dagang sapi pimpinan KY 2010-2015. Ia menyebut ada perjanjian politik di internal pimpinan KY untuk menyokong satu pimpinan menjadi Ketua KY.

Tokoh Masyarakat


1.  Wiwiek Awiati
Jebolan UI kelahiran 13 Maret 1965 ini aktif dalam LSM yang concern dalam pembaruan peradilan.

2. Sukma Violetta
Jebolah UI ini aktif di berbagai LSM yang berhubungan dengan peradilan salah satunya pembaruan kejaksaan. Ia juga aktif dalam isu-isu lingkungan hidup.

3. Imam Anshori Saleh
Ayah 3 dengan anak dengan segudang profesi: wartawan, politikus, pengusaha, advokat dan kini pimpinan Komisi Yudisial. Profesi wartawan ia geluti selepas kuliah di FH UGM pada tahun 80-an selama 20 tahun. Yaitu di Kedaulatan Rakyat, Yogya Post dan Media Indonesia.

Memiliki 'darah biru' NU, ia akhirnya masuk parlemen menjadi anggota DPR dari PKB 2004-2009. Di waktu yang sama ia juga bergabung di sebuah kantor hukum dan menjadi salah satu komisaris perusahaan tambang. Seharusnya ia bisa meneruskan menjadi anggota DPR 2009-2014, tetapi pada 2010 ia memilih alih haluan menjadi pimpinan KY 2010-2015.

Selain mendaftar lagi menjadi pimpinan KY, ia juga disebut-sebut salah satu kandidat kuat pimpinan KPK.

4. Cecep Suhardiman
Selepas menjadi karyawan bank, ia aktif di dunia politik. Waktunya banyak dihabiskan di wiayah politik Cirebon dan sekitarnya. Ia menjadi anggota DPRD Kota Cirebon 2009-2014 dan pada 2014 lalu ia menjadi Caleg Partai Demokrat untuk Dapil Jabar IX.

Pendidikan S1 ia peroleh dari Uswaganti dan IAIN Bandung. Adapun S2-nya ia peroleh dari Universitas Tarumanegara.
Halaman 2 dari 4
(asp/fdn)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads