"Untuk tidak memperpanjang ketidakpastian hukum yang berlaku selama ini saya berpendapat bahwa permohonan para pemohon agar frasa umur 16 tahun dalam Pasal 7 UU Perkawinan adalah konstitusional jika dimaknai umur 18 tahun, adalah beralasan menurut hukum," kata Maria dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Maria menyatakan batas minimal merupakan open legal policy yang akan dibutuhkan proses legislative review yang cukup panjang. Oleh sebab itu, maka dibutuhkan putusan MK untuk merekayasa sosial (law as a tool of social engineering) yang berdampak pada perubahan penyesuaian UU Perkawinan dan juga akan berdampak pada upaya perubahan budaya dan tradisi pernikahan anak yang berlaku dalam masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkawinan, menurut Maria, membutuhkan kesiapan fisik, psikis, sosial, ekonomi, intelektual, budaya dan spiritual. Perkawinan anak tidak dapat memenuhi syarat perkawinan yang diatur dalam Pasal 6 UU Perkawinan yaitu adanya kemauan bebas dari calon mempelai karena mereka belum dewasa.
"Oleh karena itu seharusnya Mahkamah mengabulkan permohonan para pemohon tersebut," ujar Maria.
Namun suara Maria kalah dengan suara 8 hakim konstitusi lainnya sehingga perkawinan perempuan minimal tetap 16 tahun. (asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini