"Tidak benar kalau kami melakukan perbudakan, human trafficking, seperti yang luas diberitakan," kata Wahyu di kantor PT PBR, Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, Minggu (17/5/2015).
Satu per satu Wahyu menyanggah praktik-praktik dugaan pidana seperti yang dialamatkan sebagian pihak dan juga kepolisian. Terkait isu perbudakan, menurutnya isu tersebut terlalu dibesar-besarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua fasilitas sudah kami berikan, termasuk uang Rp 300 ribu per 10 hari untuk keperluan makan dan sehari-hari mereka," kata dia.
Begitu pula dengan tudingan penyekapan. Menurut dia, sel-sel tersebut hanya berfungsi sebagai penitipan dari para nakhoda dan juga mereka-mereka yang kerap mabuk dan berbuat onar.
"Lihat saja dindingnya, itu dari kayu. Kalau mereka mau dobrak bisa saja untuk kabur, jadi untuk apa disekap-sekap," kata Wahyu.
Soal dugaan perdagangan orang, Wahyu juga membantahnya. Dia beralasan, perusahaan tidak tahu menahu soal perekrutan yang dilakukan Silversea, perusahaan ikan besar di Thailand, terhadap para anak buah kapal.
"Kami hanya user, tidak tahu bagaimana soal rekrutannya," kata Wahyu.
Adanya temuan pihak kepolisian dari hasil penyelidikan yang mengindikasikan pemalsuan seaman book dan paspor terhadap ABK asal Myanmar dan Kamboja, menurut Wahyu, selama ini pihak imigrasi selalu menerima paspor mereka ketika turun kapal.
"Artinya tidak ada masalah," kata dia.
Catatan detikcom terkait modus dan rute perdagangan orang yang dituduhkan penyidik Polri adalah sebagai berikut. Hasil pengungkapan kepolisian, ada tiga wilayah dimana tindak perdagangan orang terjadi, yaitu di luar negeri yang terjadi di Myanmar, Kamboja, dan Thailand.
Di Myanmar para korban direkrut untuk ditawari kerja menjadi anak buah kapal di sebuah perusahaan asing. Setelah perekrut mendapatkan sejumlah calon pekerja, mereka dibawa ke sebuah pelabuhan besar di Thailand.
Mereka yang diboyong ke Thailand rupanya harus menempuh seleksi kembali. Mereka yang terpilih selanjutnya dibuatkan pasport dan dokumen Seamanbook palsu.
Selanjutnya mereka diangkut dengan kapal ke perairan di Indonesia. Selama pengiriman, pihak perekrut berkomunikasi dengan pihak PBR untuk menampung mereka.
Terkait kejahatan perdagangan orang, penyidik telah menetapkan tujuh tersangka, mereka adalah dari pihak empat nahkoda kapal asal Thailand dan tiga orang dari perusahaan PBR.
Ketujuh orang itu adalah, Hatsaphon Phaetjakreng (nahkoda Kapal Antasena 141), Boonsom Jaika (Nahkoda Antasena 311), Hermanwir Martino (Pjs PT PBR), dan Mukhlis Ohoitenan (staf QC PT PBR).
Ada pula Surachai Maneephong (Nahkoda Antasena 142), dan Somchit Korraneesuk (Nahkoda Kapal Antasena 309). Sementara satu orang lainnya adalah Yongyut yang akan segera dilakukan pemanggilan sebagai tersangka karena nahkoda tersebut masih dalam proses hukum oleh PSDKP Tual.
Polisi menyita beberapa barang bukti, seperti 49 Seaman Book Thailand, 24 buah KTP warga negara Myanmar, catatan Anak Buah Kapal yang disekap, gembok dan kunci tempat penyekapan, dan lima unit kapal: Antasena 311, 141, 142, 309, dan Antasena 838. Para tersangka saat ini ditahan di Polres Aru.
(ahy/vid)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini