Penjara Kerobokan menjadi buah bibir internasional setelah kerusuhan pecah pada Selasa malam hingga Rabu dinihari (21-22 Februari 2012). Saat itu, LP dihuni 1.015 napi, 60 di antaranya asing.
Penulis buku Hotel K atau Hotel Kerobokan, Kathryn Bonella, kepada AFP menulis kehidupan di dalam penjara tersebut. Dia menyebut penjara itu sebagai 'lubang neraka kumuh' di mana uang adalah raja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengetahuan jurnalis Australia ini berdasarkan kunjungannya ke penjara itu selama 3 tahun dan ratusan wawancara dengan penjaga dan napi, termasuk mantan napi. Dia dulu tiap hari masuk LP itu dalam rangka menemui "ratu mariyuana" Schapelle Corby untuk menulis otobiografi Corby berjudul No More Tommorrows.
"Ini masih memungkinkan untuk mendapatkan layanan kamar (room service) seperti di hotel: memesan makan malam, memesan bir, keluar dari sel masih mungkin, meskipun disangkal oleh yang berwenang. Tahanan yang memiliki uang bisa hidup lebih bagus," ujar Bonella.
Seorang tahanan yang dipenjara 4 tahun di Kerobokan karena kasus heroin menyatakan, "layanan kamar" tidak hanya terbatas pada makanan. "Sejumlah napi memesan pelacur dengan membayar petugas penjara," kata sumber yang minta namanya tidak disebutkan itu.
Dalam kerusuhan di LP Kerobokan pekan ini, pihak berwenang Indonesia khawatir para napi akan menggunakan 60 napi asing dari Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Denmark, Jepang, Afsel dan negara lainnya, sebagai sandera untuk bekal tawar-menawar. Pemerintah meminta mereka pindah LP untuk keamanan. Namun setelah kerusuhan itu, tidak ada napi asing yang sukarela pergi, dengan alasan mereka tidak ingin memulai beradaptasi di penjara baru.
"Ini adalah sebuah penjara di mana pembunuh berantai, psikopat dan napi narkoba semua bercampur bersama tanpa pemisahanan, di mana hanya ada 17 sipir yang bertugas di waktu yang sama untuk mengawasi lebih 1.000 napi," sebut Bonella.
Koresponden AFP diperkenankan memasuki penjara pada Sabtu (25/2) dan melihat sekitar 20 tahanan menggosok jelaga di dinding dan membersihkan puing-puing bekas kerusuhan di bawah supervisi petugas penjara. Sedangkan 500 napi berkumpul di aula, menabuh drum, bernyanyi dan berjoget, sebagai bagian yang oleh aparat berwenang disebut sebagai "program penyembuhan trauma."
Pada hari Jumat (24/2) saat aparat Indonesia menyebut penjara telah di bawah kontrol. Namun, Myuran Sukumaran, salah satu kawanan Bali Nine yang dijatuhi hukuman mati, memanjat sebuah menara pengawas untuk berbicara dengan reporter di sisi lain dinding penjara.
Pada Juni 2008, napi Australia lainnya, Schapelle Corby, yang divonis 20 tahun di Kerobokan, dipergoki berada di salon kecantikan.
Menurut Bonella, bermodal kontak yang tepat dan uang, napi bisa datang dan pergi sesuka hati. Keterangannya diperkuat oleh pengakuan mantan napi.
Dalam bukunya, Bonella menuturkan, bila napi kaya bisa hidup lebih baik, napi yang tak punya uang terpaksa pasrah, bahkan untuk berbaring saja ruangan tidak cukup, dan makan menu nasi pera. Bonella juga menyebut transaksi seks dan narkoba biasa terjadi.
Pihak berwenang menyadari apa yang terjadi di dalam penjara. "Kami menyadari kegiatan ilegal seperti transaksi narkoba," kata Direktur Ketertiban dan Keamanan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM Bambang Krisbanu.
"Prioritas sekarang adalah menangani pasca kerusuhan, lalu kita akan melihat masalah yang lain," katanya kepada AFP.
"Kerobokan adalah sebuah lubang neraka hitam yang terletak di jantung kawasan turis kelas atas di Seminyak, dikelilingi vila mewah dan hotel bintang lima," kata Bonella.
"Kesan pertama dari sebuah resor murah itulah yang membuat saya menyebutnya Hotel Kerobokan," imbuh Bonella.
Pasca kerusuhan, jumlah napi di Kerobokan ada 925 orang, termasuk 60 orang asing dari 17 negara. Sedangkan sebanyak 84 napi pindah LP dan 7 napi bebas.
Menkum Amir Syamsuddin pada 21 Februari 2012 mengakui praktek ilegal masih terjadi di LP-LP . "Pada tataran praktis di lapangan di lapas atau rutan pun masih terdapat aktivitas yang sudah seharusnya ditinggalkan atau dihilangkan. Seperti pungutan liar, kunjungan di luar jam besuk, dan peredaran narkotika. Aktivitas ini menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya mampu menjadikan institusi kita menjadi institusi yang bersih," tegas Amir.
(nrl/nwk)











































