"Saya kira tidak perlu (boikot film Upin-Ipin)," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait kepada detikcom, Senin (30/8/2010).
Dalam konteks informasi, Arist berpendapat anak berhak mendapat informasi sesuai perkembangannya dan menjadi bagian mencerdaskan anak bangsa. "Kecuali, film Upin-Ipin merusak generasi bangsa, baru diboikot," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, apabila bicara tentang rasa nasionalisme maka tindakan Malaysia telah mengusik martabat bangsa.
"Jadi bukan boikot Upin-Ipin. Dalam konteks anak, saya kira pemerintah Indonesia harus menarik sekitar 32 ribu anak yang tersebar di perkebunan kelapa sawit sebagai budak. Istilah Malaysia, Indon. Itu yang harus diselamatkan," kata Arist.
Arist mengatakan, puluhan ribu anak Indonesia tersebut tidak memiliki akta kelahiran dan tidak diberi identitas sehingga dapat dijadikan tenaga kerja yang murah.
"Mereka tidak bersekolah. Kalau keluar dari perkebunan, mereka takut ditangkap. Jadi sengaja dibuka peluang tenaga kerja ilegal supaya dapat dieksploitasi. Miris sekali," katanya prihatin.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menegaskan, pemerintah harus membuat terobosan diplomasi ringan, misalnya menghentikan tayangan film anak besutan Malaysia, Upin-Upin, dengan film anak produk lokal, Si Unyil. Tujuannya untuk menggugah kesadaran Malaysia akan pentingnya keharmonisan bertetangga. (aan/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini