Demikian disampaikan Kepala Laboratorium Forensik Mabes Polri Cabang Denpasar Kombes Polisi Muhibin kepada detikcom, Selasa (2/6/2009).
Disebutkan, bahwa kadar methanol di dalam darah di atas 100 ml sudah menyebabkan keracunan. Kadar maksimum atmorfer yang dapat ditolerir adalah 200 ppm.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan polisi dari keterangan para korban yang selamat, sebagian besar arak oplosan tersebut berasal dari UD Tri Hita Karya. Ada yang dibeli dalma bentuk kemasan namuan ada juga yang dibeli oleh korban secara eceran baik dalam kantong palstik atau jerigen.
Atas dasar itu, polisi menyegel dan menyita barang bukti cairan berupa arak dalam berbagai kemasan, seperti jerigen botol dan kantong plastik.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dalam cairan tersebut ditemukan kandungan methanol dengan kadar yang melebihi ambang batas, yaitu antara 0,2% (2000 ppm) hingga 22,75% (227.500 ppm).
Sedangkan dari hasil pemeriksaan otopsi para korban yang meninggal, ditemukan kandungan methanol dalam darah korban yang melebihi ambang batas. Misalnya, dalam darah korban Ketut Gede Wira buda Utama (329,12 ppm), Putu Balik sanjaya (437,88 ppm), I nyoman Sulastra (615,75 ppm).
Muhibin menjelaskan bahwa terhadapat keganjilan dalam pembuatan arak di UD Tri Hita Karya dengan penemuan arak yang telah mengandung methanol.
Ia menjelaskan bahwa secara teoritis, dalam proses pembuatan arak, sejak pengolahan bahan baku, kemudian fermentasi, destilasi hingga sedimentasi tidak ada kandungan methanol dalam arak yang dihasilkan. Kandungan yang ada hanya alkhohol dengan kadar yang telah diizinkan.
Namun dalam arak yang ditemukan di UD Tri Hita Karya terdapat kandungan methanol yang kadarnya sangat tinggi. "Kita masih selidiki apakah ada unsur kesengajaan atau sabotase," kata Muhibin.
(gds/djo)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini