"Bagi kami, penting menyampaikan kepada Pak Jusuf Kalla agar menjadikan putusan MK ini sebagai tanda alam untuk lebih berani maju sebagai kandidat capres. Dulu saja berani menantang Pak SBY yang sedang kuat-kuatnya. Masak sekarang tak berani?" ujar Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP PD Ferdinand Hutahaean kepada wartawan, Kamis (28/6/2018).
Tonton juga 'Partai Golkar Buka Peluang Koalisi dengan Demokrat':
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ferdinand mengatakan Demokrat menghormati putusan MK tersebut. Dia sudah menduga, sejak awal gugatan itu didaftarkan di MK, pasti akan ditolak.
"Sulit menerimanya karena, pertama, legal standing pemohon dan, kedua, UU-nya sudah jelas bunyinya, tak perlu tafsir lagi. Melarang lebih dari dua kali berturut-turut atau tidak. Memang ini jadi debatable, ya, karena perbedaan persepsi," ucap dia.
Gugatan UU Pemilu yang ditolak MK ini diajukan Muhammad Hafiz dari Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi.
Kuasa hukum penggugat, Dorel Amir, sebelumnya mengatakan gugatan ini diajukan karena Jusuf Kalla, yang kini menjabat wapres, tidak bisa jadi peserta Pilpres 2019.
JK tidak bisa jadi peserta pilpres karena terbentur konstitusi dan UU No 7/2017 tentang Pemilu. Karena itu, penggugat mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i.
Hakim konstitusi dalam pertimbangan menyebut MK berwenang mengadili permohonan a quo. Tapi, karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pemohon, pokok permohonan tidak dipertimbangkan.
"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar hakim konstitusi Anwar Usman membacakan putusan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, hari ini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini