Founder Sekolah Relawan, Bayu Gawtama menceritakan kejadian ini kepada detikcom. Bayu mengaku menemui fakta adanya sejumlah korban gadungan.
"Kalau relawan bisa membedakan mana yang warga asli mana yang bukan. karena ada banyak warga-warga yang bukan warga asli tapi antre bantuan," kata Bayu.
Bayu mengaku tidak mengetahui mereka dari warga mana. Namun, warga asli atau tokoh masyarakat di sana mengungkap jika tidak mengenal orang-orang tersebut.
"Saya nggak tahu orang mana. Tapi begini, kemarin kita di atas itu kita tahu awalnya dari warga asli. Ini kejadian nyata, kemarin ada warga pura-pura nangis bilang anaknya meninggal dan rumahnya ada di sini. Tokoh masyarakat bilang itu bukan warga kami, dan dia hafal betul warga sini," ungkap Bayu.
Untuk itu, Bayu mengatakan biasanya dia melakukan distribusi bantuan pada malam hari. Karena, para penyintas fiktif tersebut sudah kembali ke asalnya.
"Untuk antisipasi, kita distribusi malam habis maghrib, biasanya orang yang selfie wisata bencana sudah pulang, baru kita datang ke posko penyintas, distribusi bantuan. Itu sudah lengang," tambahnya.
Kejadian ini, lanjut Bayu, bisa menjadi pelajaran baik pada relawan dan para dermawan yang hendak memberi sumbangan.
"Wah ini udah mulai banyak orang yang memanfaatkan situasi. Ini pelajaran lembaga sampai relawan untuk lebih hati-hati. Kita berbuat baik kemudian dimanfaatkan orang-orang yang nggak tepat sasaran jadi sayang juga. Ini istilahnya penyintas fiktif," pungkas Bayu. (hil/iwd)