Pasuruan - Gegara masalah
mi instan, mantan anggota DPRD Kota Pasuruan digugat cerai istrinya. Sang istri menggugat cerai setelah suaminya marah karena dia menolak memasakkan mi instan dan kopi.
Proses perceraian pria berinisial NW (47) dan istrinya, TM (43), berlangsung selama 7 bulan. Pengadilan Agama (PA) Pasuruan mengabulkan gugatan TM dan mengeluarkan putusan pada 30 November 2021.
NW mengaku sangat menyayangkan putusan hakim. Menurutnya, seharusnya pengadilan agama berusaha mendamaikan sehingga rumah tangganya bisa diselamatkan. Kepada detikcom, NW menceritakan proses perceraiannya.
"Awalnya itu pada akhir Mei 2021. Saat itu saya minta buatkan mi sama kopi. Dia nolak dan bilang 'gaweo dewe' dengan bahasa nggak enak (didengar)," kata NW saat berbincang dengan detikcom, Minggu (12/12/2021).
Menurut NW, istrinya memiliki lapak jualan di pasar. Saat ia meminta dimasakkan mi dan kopi, istrinya menolak dan pergi ke pasar.
"Dia bilang ada sales. Terus beberapa menit saya ke pasar, ternyata nggak ada sales. Saya marah waktu itu. Sempat ramai," terang pria yang lepas jabatan anggota DPRD Kota Pasuruan 3 tahun lalu.
Setelah pertengkaran, sebut pria asal Panggungrejo ini, MT tak pulang ke rumah. MT dan anak-anaknya pulang ke rumah saudara NW selama 3 hari.
"Kemudian saya jemput dan mau pulang. Tiga hari di rumah, dia minggat lagi," terang NW.
NW menduga, selama MT pergi dari rumah, MT datang ke pengadilan agama berkonsultasi soal gugatan perceraian.
"Pemahaman istri saya, yang mengarahkan
gugat cerai itu Pusbakum. (Termasuk) harusnya salah satu pihak harus keluar rumah (sebelum menggugat). Tiga bulan setelah peristiwa itu, istrinya saya melayangkan gugatan," urai NW.
Yang disesalkan NM, seharusnya saat istrinya konsultasi, pihak pengadilan agama bisa mengupayakan damai dan tak perlu menggugat.
"Yang saya sesalkan, kenapa saat istrinya konsultasi ke PA tidak diupayakan damai. Harusnya dia kasih saran, nggak usah gugat, masalah sepele," ungkap NW.
Sidang pun akhirnya bergulir. Dan pengadilan agama mengabulkan gugatan cerai istri anggota DPRD Kota Pasuruan 2014-2019 itu.
"Setelah istri saya gugat cerai. Dilakukan mediasi. Sidang ini lama karena mediasi tiga kali," kata NW.
NW mengatakan, mediator dalam proses mediasi seorang dokter hewan. Hal itu menyebabkan dia jengkel dan protes.
"Mediatornya itu perempuan, itu dokter hewan, bukan sarjana hukum. Saya laporkan ke KPA dan ditanggapi. Mediator diganti laki-laki. Tapi dia juga proses sekolah sarjana hukum. Basic-nya sarjana ekonomi," jelas NW.
Anggota DPRD Kota Pasuruan periode 2014-2019 ini sebenarnya memaklumi jika mediatornya sarjana ekonomi atau disiplin ilmu lain. Asalkan bukan dokter hewan.
"Memang aturannya nggak masalah, mediator tak harus sarjana hukum asal punya sertifikat. Tapi ya mbok jangan dokter hewan. Kebangetan masak dokter hewan dipakai. Sarjana ekonomi, psikologi masih bisa lah dimaklumi," terangnya
NW yang mengaku tak rela dengan perceraiannya menyebut akan melakukan banding.
"Selasa (14/12) besok saya daftarkan banding," kata NW.
Ada sejumlah alasan banding. Oertama, ia menyesalkan risalah putusan cerai yang mana banyak fakta persidangan yang tak dituliskan. Kedua, materi gugatan istrinya dianggap sepele, yakni pertengkaran yang dimulai dari penolakan memasakkan mi instan dan kopi.
"Masalahnya sepele. Seharusnya PA bisa mendamaikan. Nggak ada gugatan soal nafkah, gono-gini, hak asuh. Saya ini nggak zina, nggak minum, nggak KDRT, itu dinafikan semua oleh PA. Padahal itu bisa menggugurkan gugatan," jelasnya.
"Saya merasa nggak mendapat keadilan di PA. Maka saya akan banding," terangnya.
Dengan banding, ia berharap rumah tangganya bisa diselamatkan. "Pertimbangan utamanya adalah anak-anak. Ini yang jadi korban anak-anak. Saya sudah punya 4 anak. Kasihan anak-anak," jelasnya.
"Mediasi gagal karena dia memang ingin gugat. Saat menghadirkan saksi, banyak keterangan saksi penggugat bohong menurut saya. Lalu saya juga menghadirkan dua saksi untuk mengkonter keterangan saksi-saksi penggugat. Dan penggugat tidak membantah keterangan saksi-saksi saya. Ini berarti kesaksian saksi saya benar. Nggak dibantah penggugat," jelas NW.
Selain mengaku menemukan kebohongan saksi penggugat, NW juga menyesalkan risalah putusan cerai. Menurutnya, banyak fakta persidangan yang tak dituliskan.
"Hasil dari fakta persidangan putusan itu tidak lengkap. Panitera tak menulis beberapa poin dalam persidangan," terang pria asal Panggungrejo ini.
Dia tak terima, karena saksi penggugat disebutnya banyak berbohong saat sidang. Ia melaporkan atas dugaan kesaksian palsu.
"Di akhir persidangan saya bilang ke majelis hakim saya akan lapor ke pihak berwajib karena sudah memenuhi unsur Pasal 242 KUHP, kesaksian palsu di atas sumpah. Majelis mengizinkan. Kemarin malam saya sudah lapor ke polisi. Tapi saat ini masih dalam tahap menyempurnakan berkas. Besok saya ke polres lagi," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini