Wagiman harus mendobrak pintu rumah selama Semeru memuntahkan kerikil saat erupsi terjadi. Hanya dalam hitungan detik, atap rumahnya runtuh dan dia pun lari sekuat tenaga menuju musala terdekat.
Wagiman adalah warga Dusun Curah Kobokan RT 15 RW 6 Desa Supiturang Kecamatan Pronojiwo. Sabtu (4/12) siang, Wagiman pulang makan siang, usai menambang pasir di sungai aliran lahar Semeru. Setelah makan, dia mengajak bermain sang cucu yang baru beranjak jalan. Tak sedikitpun terbersit di angan-angan, akan menghadapi bencana yang membuatnya begitu takut untuk pulang ke kampung halamannya.
Menurut pria 65 tahun ini, kondisi saat itu hujan sangat deras, meski hanya sebentar. Udara sejuk terasa mengalir, hingga kantukpun hinggap. Di dipan ruang depan, Wagiman mengatupkan mata. Seperti mimpi, dia dibangunkan teriakan istrinya, Buniah, yang mengatakan Semeru meletus.
Baca juga: Sepekan Erupsi Gunung Semeru, Korban Meninggal 45 dan 9 Orang Hilang |
"Seperti mimpi. Beneran apa tidak ini, wong ndak ada tanda-tanda sebelumnya. Belum genap nyawa saya terkumpul, bunyi kerikil berjatuhan di atap rumah makin banter. Pintu rumah saya ndak bisa dibuka karena sudah tertutup debu. Tapi di luar orang pada teriak...lari keluar, lari keluar! Rumah bisa ambruk!," tuturnya kepada detikcom di lokasi pengungsian di Blitar, Sabtu (11/12/2021).
Dengan sekuat tenaga, Wagiman mendobrak pintu rumahnya. Lalu dia gendong ibunya yang sudah sepuh dan mengajak istrinya menggendong cucu mereka lari sekuat tenaga. Semua warga berlarian, disuruh ke masjid di kampung itu. Suasana sangat mencekam dan semua gelap gulita, karena guguran awan hitam menutup celah cahaya matahari.
"Begitu semua sudah keluar rumah, baru lari beberapa langkah saya dengar suara keras di belakang. Bruaak! Ternyata atap rumah saya amblek (Roboh), tinggal dindingnya saja yang tersisa. Sambil nangis, saya gendong ibu dan istri saya gendong cucu. Kami terus lari ke arah utara pokoknya. Tapi semua disuruh lari ke masjid," kenangnya sambil berkaca-kaca.
Simak Video 'Perbandingan Gunung Semeru dari Citra Satelit Sebelum dan Sesudah Erupsi':
Sekitar 2 jam mereka bertahan di masjid itu, beberapa mobil aparat keamanan datang. Mereka semua dibawa menuju ke Kantor Desa Penanggalan, sebagai lokasi penampungan pengungsi Semeru. Dua hari di lokasi pengungsian itu, Wagiman bisa menelpon anak perempuannya yang tinggal di Blitar.
Senin (7/12/2021) menantunya menjemput mereka untuk dibawa tinggal sementara di Dusun Ngade, Desa Gogodeso Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Namun kesedihan di wajah ibu Wagiman tak tertahan. Suaminya, Miran (90) belum diketahui keberadaanya hingga sekarang. Saat Semeru tiba-tiba erupsi, Miran sedang menggarap lahan di tepian sungai aliran lahar itu.
Baca juga: Nasib Anak Berkerudung yang Viral Lari Menyelamatkan Diri Dari Awan Panas Semeru |
"Kalau perhitungan manusia, gak mungkin selamat. Sungai itu penuh lahar sambil meluber jauh. Bapak saya posisinya hanya beberapa meter dari sungai itu. Semoga saja segera ditemukan, bagaimanapun kondisinya," harapnya dengan cemas.
Bagi Wagiman yang sudah 65 tahun tinggal di Curah Kobokan, erupsi Semeru kali ini paling menakutkan. Selama hidupnya, dia pernah mengalami erupsi Semeru dua kali. Walaupun jarak Curah Kobokan hanya berjarak sekitar 6 KM dari Semeru, namun pada dua erupsi sebelumnya lava dan lahar biasanya mengalir di sungai. Dan tidak banyak berdampak pada wilayah sekelilingnya.
"Tiap mau erupsi selalu ada tanda-tanda. Biasanya hujan deras terus menerus. Dua kali erupsi selalu bulan Desember. Tapi kali ini paling menakutkan. Rumah-rumah pada ambruk, tenggelam dalam lumpur. Enam kambing saya pasti mati. Lahan sengon saya 1,5 hektare hilang. Semua hilang sudah," pungkasnya dengan pandangan menerawang.