Anak-anak Korban Erupsi Semeru Nelangsa Ingin Dijemput Ortu di Pengungsian

Anak-anak Korban Erupsi Semeru Nelangsa Ingin Dijemput Ortu di Pengungsian

Hilda Meilisa - detikNews
Sabtu, 11 Des 2021 08:45 WIB
Anak SD yang Kehilangan Orang Tua saat erupsi Semeru
Anak-anak kehilangan ortu di pengungsian/Foto: Istimewa (Dok Unusa)
Surabaya -

Erupsi Gunung Semeru merenggut sejumlah nyawa hingga menyisakan anak-anak yang kehilangan ayah ibunya. Kejadian pahit ini ternyata dialami seorang bocah berusia 7 tahun, dari sekian anak-anak yang kehilangan orangtuanya.

Relawan mahasiswa dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Dias Tri Novianto mengisahkan duka mendalam yang dialami salah satu anak. Dias yang tergabung dalam Mahasiswa Tanggap Bencana (Magana) menjadi relawan untuk trauma healing hingga melakukan pemeriksaan kesehatan.

Dias menceritakan saat pertama datang ke SMP 2 Pronojiwo, dia melihat ada dua bocah menyendiri di depan sekolah. Wajahnya murung dan lesu. Entah apa yang ada di pikirannya.

"Waktu kita sampai kota mendirikan posko kesehatan dan trauma healing, kita melihat ada dua anak laki-laki menyendiri di depan sekolah," kata Dias saat dihubungi detikcom di Surabaya, Sabtu (11/12/2021).

Usai mendirikan posko, Dias dan relawan mahasiswa lain mencoba mendekati bocah tersebut. Dias juga mengajaknya bicara dan bermain. Namun, bocah tersebut masih murung.

"Setelah itu, waktu kita mengajak nyanyi anak ini, dia itu mengucilkan diri di kelas paling pojok sendiri. Dari situ, kita dari tim Magana mendatangi anak itu, kita tanya, kita ajak makan, dia diam saja. Sampai kita suapin dia tidak mau," tambah Dias.

Pendekatan pada bocah ini dilakukan cukup lama. Sejak pagi hingga sore hari, anak tersebut masih susah diajak berkomunikasi. Dia hanya memilih diam dan terlihat murung.

Simak video 'BMKG: Potensi Hujan Lebat di Semeru Terjadi 3 Hari ke Depan':

[Gambas:Video 20detik]



Bocah itu juga semakin terlihat sedih saat ditanya di mana ayah dan ibunya. Dari situ, Dias tahu jika bocah ini kehilangan orang tuanya.

"Saya tanya ibunya di mana, dijawab pergi jauh. Lalu saya tanya ayahnya, dia nggak tahu kemana, sudah lama nggak kesini nggak jemput. Dari situ kita tahu bahwa kedua orang tuanya sudah nggak ada," ujar mahasiswa D3 keperawatan ini.

Di hari kedua, Dias menyebut bocah ini sudah mulai bisa diajak bermain. Dia mau mewarnai dan merespons pertanyaan relawan.

"Kita ajak main, kita ajak ngobrol. Dia susah buat ngomongnya. Di hari kedua, sore, dia mau bicara, mau bermain dan mewarnai dan menganggap kita kakaknya," imbuhnya.

Namun, Dias mengaku sedih saat dirinya harus berpisah dengan anak ini. Di hari ketiga, dia harus kembali ke Surabaya dan bergantian dengan relawan lain. Bocah ini pun seakan tak mau ditinggal. Mau tak mau, relawan mengajaknya petak umpet, namun setelah sembunyi, para relawan dengan berat hari tak bisa kembali.

"Ya tadi kan sebelum kita pulang, kita masukkan tas ke dalam mobil, dia sudah stand by di depan pos kesehatan. Sepertinya dia ngerasa mau ditinggal. Di hari ketiga waktu kita sudah mau balik dan mau pulang, dia itu menjemput kita nggak mau ditinggal. Akhirnya kita main petak umpet dan kita pergi," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(hil/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.