Eko Arahman, sejarawan dan pengamat sejarah Probolinggo mengatakan, selama ini banyak yang mengasumsikan bahwa Suku Tengger merupakan pelarian dari Majapahit. Mereka mengungsi ke Lereng Bromo menghindari perang saudara di masa-masa akhir kerajaan tersebut.
Dalam rombongan tersebut, turut serta seorang puteri Raja Brawijaya bernama Roro Anteng yang menikah dengan Joko Seger, putera seorang Brahmana. Nama keduanya inilah kemudian diabadikan menjadi nama Suku Tengger, yakni "Teng" dari Roro Anteng dan "Ger" dari Joko Seger.
Baca juga: Sejarawan Bantah Suku Tengger Keturunan Terakhir Majapahit |
Secara tidak langsung, banyak yang beranggapan jika Suku Tengger ini baru muncul saat masyarakat Majapahit mengungsi ke Lereng Gunung Bromo untuk menghindari konflik perebutan kekuasaan.
Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan Eko selama ini, terungkap fakta bahwa Suku Tengger ini sudah mendiami lereng Gunung Bromo saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Hal itu tertuang dalam prasasti Penanjakan Satu, salah satu prasasti peninggalan Hayam Wuruk.
"Dalam Prasasti Penanjakan Satu, menerangkan bahwa masyarakat Suku Tengger itu adalah masyarakat yang mampu mempertahankan Budaya Tengger. Prasasti itu dikeluarkan oleh Prabu Hayam Wuruk pada Tahun 1350-1389 Masehi. Artinya sejak zaman Hayam Wuruk sudah ada Suku Tengger," jelas Eko saat ditemui detikcom di lereng Gunung Bromo, Rabu (1/12/2021).
Keberadaan Suku Tengger, kata Eko, juga sudah ada saat Kerajaan Singasari berkuasa di Tanah Jawa. Hal tersebut tertuang dalam Prasasti Sapi Kerep yang ditemukan di sawah milik seorang petani Desa Sapikerep, Kecamatan Sukapura, Probolinggo.
Prasasti itu menceritakan tentang pembangunan 'Sri Rameswarapura' pada masa Kertanegara, yakni sebuah bangunan yang dianggap sebagai bentuk penghormatan (Pendharmaan) kepada Wisnuwardhana.
Baca juga: Suku Tengger Disebut Keturunan Terakhir Majapahit |
![]() |
Bangunan Sri Rameswarapura ini kemungkinan besar berada di dekat penemuan Prasasti Sapi Kerep, yang masih masuk kawasan Gunung Bromo. "Artinya, saat Kerajaan Singasari berkuasa, yakni pada saat Raja Kertanegara pada tahun 1275 M, sudah ada warga yang mendiami kawasan Tengger-Bromo," ungkapnya.
Bahkan, Eko berani menyebut bahwa Suku Tengger ini usianya lebih tua dari pada Kerajaan Singasari. Hal itu tertuang dalam kitab ogeman, yang menceritakan tentang adanya penghuni di Gunung Argopuro dan Tengger-Bromo.
"Tengger sudah ada sebelum Singasari. Ditulis dalam Kitab Ogeman (Disimpan di rumah). Bahwa di Gunung Argopuro dan Gunung Tengger ada penghuninya. Wong Kalang namanya. Cuma beda aliran, kalau di Tengger Hindu, sementara di Argopuro Budha aliran Tantra Bhairawa. Itu sudah ada sejak abad 8-9 Masehi," tutupnya.