Masyarakat tentu mengenal kisah Robin Hood dari Inggris. Serupa tapi tak sama, tapi di Kediri ada legenda Mbah Boncolono atau yang kerap disebut Ki Ageng Gentiri.
Pada masa penjajahan Belanda, Mbah Boncolono dikenal sebagai orang yang sakti. Namun, ilmunya digunakan untuk menolong kaum lemah.
Mbah Boncolono juga disebut pembangkang yang menolak tunduk pada pemerintahan Belanda. Dia kerap mencuri atau merampok harta kolonial. Harta itu tak dimiliki sendiri, tetapi dibagikan kepada masyarakat miskin.
Baca juga: Kisah Kebokicak di Jombang, Manusia Sakti Zaman Majapahit yang Masuk Islam |
Perbuatan itu tidak dilakukan sendiri. Ki Ageng Gentiri mengajak temannya Tumenggung Mojoroto dan Poncolono untuk merampok. Ketiganya sama-sama tidak suka melihat orang Belanda yang kejam dan biadab kepada warga pribumi.
Karena dianggap meresahkan, pemerintah Belanda membuat sayembara bagi siapapun yang bisa membunuh Ki Ageng Gentiri akan mendapat hadiah. Sayembara ini digelar karena pasukan Belanda selalu gagal meringkus aksi mereka.
"Karena ada hadiah, pada waktu itu banyak tokoh dan pendekar lokal yang ikut. Namun mereka juga gagal karena Ki Ageng Gentiri memiliki ilmu Pancasona yang membuatnya tidak bisa dibunuh. Kecuali kepalanya dipenggal dan dipisah dari badannya dengan batas Sungai Brantas," kata Sejarawan asal Kediri, Fachris kepada detikcom, Jumat (26/11/2021).
Di akhir cerita, Ki Ageng Gentiri berhasil ditangkap dan dipenggal. Badannya dibuang di atas Bukit Maskumambang, sedangkan kepalanya ditanam di bawah pohon beringin. Warga menyebutnya dengan Ringin Sirah.
Konon tubuh Ki Ageng Gentiri harus dipisahkan untuk mengalahkan kesaktiannya. Sebab jika tidak, Ki Ageng Gentiri dipercaya akan hidup kembali.
Meski begitu, dia dianggap gugur sebagai ksatria dalam membela rakyat kecil, khususnya di Kediri. Namun, Fachris tidak bisa memastikan apakah kuburan yang ada di bawah pohon beringin adalah benar berisi kepala Mbah Boncolono.
Baca juga: Misteri Tumbal Sentono Gentong Pacitan yang Muncul Tiap 70 Tahun |
Karena, kisah yang sama juga terjadi di beberapa kota tentang sepak terjang maling yang mencuri untuk orang miskin. Makamnya yang berada di kawasan lokasi wisata Selomangkleng ini pun hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki hingga beberapa kilometer.
"Itu sebenarnya sudah masuk kategori legenda. Ini berdasarkan cerita yang berkembang sejak zaman Belanda yang terus diceritakan hingga kini. Kalau soal petilasan kan bisa saja dibuat," imbuh Fachris.