Setiap hari ratusan orang berkunjung ke kompleks makam yang dibangun di atas tanah seluas 1,8 hektar lebih tersebut. Komplek Makam Bung Karno (MBK) terlihat megah seakan mengajak seseorang ke masa lalu ke masa sekarang. Selain itu dikelilingi tembok berlapis marmer yang khusus didatangkan dari Tulungagung.
Memasuki MBK mulai dari gapura yang menghadap selatan melewati tiga tingkatan lantai. Tingkat lantai pertama disebut pelataran atau plaza. Anda akan menaiki tujuh anak tangga untuk menuju pelataran ini.
Tingkat lantai kedua, ada 5 anak tangga menuju teras yang mengelilingi nisan atau dalam bahasa Jawa disebut cungkup. Dan tingkat lantai ketiga, naik tiga anak tangga menuju cungkup yang diberi nama "Astono Mulyo".
Kabid Pengelola Kawasan Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar, Heru Santoso memaparkan, setiap tingkatan lantai di areal MBK sarat filosofi dan makna kehidupan di dunia dan setelahnya.
"Tiap tingkatan lantai di MBK itu ada maknanya, sarat nilai-nilai luhur tentang proses kehidupan manusia sejak di masa kandungan, lahir dan hidup di dunia serta kehidupan setelah meninggalkan dunia," paparnya, Kamis (25/11/2021).
Tiga tingkatan itu, jelas Heru, melambangkan mula kehidupan manusia dari Alam Purwo, yakni sewaktu manusia masih dalam kandungan. Alam Madyo, saat manusia telah lahir dan mengalami hidup di dunia fana. Dan Alam Wasono, yaitu setelah kehidupan manusia berakhir. Atau meninggalkan alam dunia.
"Astono berarti tempat terhormat bagi peristirahatan orang yang sudah meninggal dunia. Mulyo diambil dari nama asal tempat makam ini. Yaitu tanah pemakaman umum Karang Mulyo. Ini sekaligus ungkapan terima kasih kepada Yayasan Mardi Mulyo yang telah menyumbangkan tanah itu kepada negara," tambahnya.
Atap cungkup dibuat dari tembaga berbentuk sirip ikan tiga bersusun, meruncing ke atas menuju Puncak Titik Mustoko atau kepala cungkup. Tiga susunan atap ini, melambangkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan bahwa manusia tidak lain adalah ciptaan Tuhan yang telah dibekali ilmu selama mengarungi Alam Purwo, Alam Madyo dan Alam Wasono.
Cungkup makam didukung empat soko guru berbentuk bujur sangkar berukuran 11x11 meter. Angka 11, lanjut Heru, mempunyai arti tertentu berdasarkan kebiasaan nenek moyang kita dahulu yang sangat praktis dan sederhana.
![]() |
Baca juga: Sentuhan Mensos Risma di Makam Bung Karno |
"Tiap menghitung yang banyak jumlahnya, maka setiap angka 10 selanjutnya disisihkan satu untuk pengeleng atau pengingat. Jadi angka 11 ini perlambang mengajak manusia untuk selalu ingat Tuhan," ungkapnya.
Heru memaknai, mengingat Tuhan itu dengan dua cara. Pertama, dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kedua, ingat fungsi dan tujuan hidup manusia. Tak hanya mengejar lahir bathin, namun bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akherat nantinya.
Di halaman utara cungkup, terdapat pohon Kamboja dan taman asri untuk mengabadikan keinginan Presiden pertama RI itu yang ingib beristirahat di bawah pohon rindang.
"Maka untuk memenuhi keinginan almarhum Bung Karno, makam tidak dikijing. Tapi dibuat rata dan di atasnya diletakkan sebuah batu pualam hitam bertuliskan "Disini dimakamkan Bung Karno. Proklamator Kemerdekaan dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah Rakyat," pungkasnya.