"Dari provinsi penyampaiannya, minyak goreng jadi komoditi dunia, yang artinya harga internasional mempengaruhi kita, karena apa sebenarnya kita produk, apakah dalam bahan bakunya, minyak sawit atau produk minyak goreng, kita punya pabrik banyak, tetapi kebutuhan internasional ternyata naik," ucap Kepala Diskopindag Kota Malang M Sailendra kepada wartawan, Kamis (11/11/2021).
Dari sana kemudian diduga, para pelaku usaha minyak goreng memilih untuk menjual produknya ke luar negeri. Yang dinilai memperbesar pendapatan dibanding dengan penjualan di dalam negeri.
"Kenaikan ekspor minyak goreng tahun kemarin dibandingkan tahun ini, lebih banyak tahun ini ekspornya. Sehingga devisa kita secara nasional bagus bisa selisih Rp 35 triliun selisihnya itu dari tahun kemarin. Ini kan kadang pusat dilema ekspor kah atau memenuhi kebutuhan dalam negeri," terang dia.
Kenaikan harga minyak goreng disebut bukan hanya terjadi di Kota Malang. Melainkan hampir di seluruh daerah di Indonesia.
"Seluruh daerah mengalami ini (kenaikan harga minyak goreng) semua, tidak hanya di Malang saja. Kami koordinasi komunikasi Diskoperindag Provinsi Jawa Timur apa yang dilakukan," tuturnya.
Pihaknya berharap pemerintah pusat memberikan kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk produk minyak goreng. Supaya pihaknya yang berada di lapangan juga lebih mudah dalam mengontrolnya.
Pihaknya berharap pemerintah pusat memutuskan suatu kebijakan termasuk menetapkan sanksi-sanksi, apabila ada pihak-pihak yang memborong produk minyak goreng.
"Kita dorong (pemerintah) menetapkan HET dan pembatasan pembelian tiap konsumen maksimal dua pack," pungkasnya.
Berdasarkan pantauan Kementerian Perdagangan, harga rata-rata nasional saat ini untuk minyak goreng curah Rp 16.100/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 16.200/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 17.800/liter.