"Pada saat ini posisi minyak goreng naik. Kami memberikan istilah tidak naik lagi tapi ganti harga. Maka, kami selaku pengusaha, mengurangi size (ukuran) dari keripik tempe tersebut. Harganya tetap, untuk istilahnya bisa menutupi di ongkos produksi lain," ucap Perajin Tempe Sanan di Kota Malang, Rohani Trio Andi kepada wartawan, Kamis (11/11/2021).
Menurutnya, kenaikan harga minyak goreng kali ini dirasa cukup memukul usahanya. Padahal mereka baru bangkit setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Kota Malang mulai melonggar.
"Ya pastinya berat, karena minyak salah satu dari bahan pokok di keripik tempe. Mungkin tidak hanya di kami di usaha keripik. Mungkin di teman-teman produsen lain berbahan minyak, pasti akan berdampak," ungkap dia.
Dirinya menambahkan, omzet penjualan keripik tempe mulai perlahan-lahan normal, layaknya sebelum penerapan PPKM darurat dan PPKM level 4. "Alhamdulillah penjualan sebulan terakhir, omzet meningkat dengan adanya penurunan level PPKM ini. Akan tetapi karena harga minyak goreng naik, kita harus menemukan cara agar tetap produksi," imbuhnya.
Pedagang minyak goreng di Pasar Besar Kota Malang, Avi Riskia mengungkapkan, kenaikan harga minyak goreng sangat berpengaruh terhadap omzet penjualan. Jika biasanya bisa menjual tiga jeriken berukuran 15 kilogram, saat ini hanya bisa menjual satu jeriken saja.
"Sekarang mengurangi pasokan saja biar tidak rugi, sehari biasanya menjual tiga jeriken berisi 15 kilogram, sekarang satu saja sulit. Yang beli nggak ada, biasanya yang borong penjual kerupuk-kerupuk, sekarang satu jeriken saja sehari sulit terjual," katanya.