Gagasan membuat radio pemberontakan bermula saat Bung Tomo berada di Jakarta. Amarahnya meledak karena melihat kenyataan Bendera Jepang Hinomaru masih berkibar di Jakarta. Padahal jelas-jelas Indonesia sudah merdeka dan menjadi negara berdaulat.
Dengan darah yang masih mendidih, Bung Tomo kemudian pulang ke Surabaya. Ia kemudian tiba di Stasiun Gubeng pada 12 Oktober 1945 dan langsung menuju ke studio radio. Di sana, ia kemudian meminta slot siaran untuk membakar semangat arek-arek Suroboyo.
"Jelas permintaan itu ditolak karena dianggap keras dan dapat mengganggu diplomasi Indonesia di luar negeri," tutur pegiat sejarah Surabaya, Kuncarsono kepada detikcom, Rabu (10/11/2021).
Meski tak mendapatkan izin, Bung Tomo masih diizinkan mendirikan radio swasta yang khusus untuk agitasi dan propaganda. Bung Tomo kemudian mendirikannya dan dinamakan Radio Pemberontakan yang siaran pada Rabu dan Minggu malam.
"Untuk kapan tepatnya Radio Pemberontakan mengudara ini masih banyak versi. Tapi untuk pemancarnya ini ia dapatkan dari milik Jepang. Alatnya ini sebesar kulkas. Jadi bisa diangkat ke mana-mana," terang Kuncar.