Surabaya - Media sosial Twitter diramaikan dengan kasus
kekerasan seksual yang diduga dilakukan mahasiswa berinisial AS. Kasus ini diungkapkan Laskar Mahasiswa Republik Indonesia (LAMRI) Surabaya dalam sebuah thread.
Dalam threadnya, LAMRI Surabaya menyebut ada lima korban kekerasan seksual oleh AS yang juga mantan anggota LAMRI Surabaya. Namun hingga kini, kesemua korban belum ada keinginan untuk melanjutkan kasus ini ke ranah hukum.
"Untuk saat ini belum ada keinginan," kata Ketua LAMRI SURABAYA Bima Aji saat dikonfirmasi detikcom di Surabaya, Selasa (2/11/2021).
Kendati demikian, Bima mengatakan pihaknya akan membantu memfasilitasi jika ada korban yang ingin melaporkan kasus ini ke polisi.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko mengatakan pihaknya belum menerima laporan dari korban.
"Untuk masalah ini belum ada aduan ke Polda Jatim," ungkap Gatot.
Sebelumnya diketahui, AS merupakan salah satu anggota LAMRI Surabaya. Namun pada 2018, AS telah dikeluarkan karena diduga melakukan kekerasan seksual pada beberapa korban. Dalam threadnya, LAMRI Surabaya juga menuliskan kronologi kekerasan seksual dari pengakuan lima korban tersebut.
Atas kekerasan seksual yang dilakukan AS, LAMRI Surabaya menyebut ada korban yang mengalami gangguan stres pascatrauma hingga depresi dan harus mendapat perawatan dari psikiater. Selain itu, ada pula korban yang harus menderita Infeksi Saluran Kencing.
Di thread ini, LAMRI Surabaya mengecam kekerasan seksual yang dilakukan AS. Pihaknya juga menuntut AS untuk meminta maaf secara terbuka dan melakukan ganti rugi biaya atas pemulihan kesehatan fisik maupun psikis.
"Atas perbuatannya tersebut, organisasi memfasilitasi penyintas untuk menuntut AS agar melakukan permintaan maaf secara terbuka dan melakukan ganti rugi atas biaya pemulihan kesehatan fisik maupun psikis penyintas," tulis LAMRI Surabaya dalam akun Twitternya @LAMRISURABAYA.
Kasus ini bermula saat LAMRI Surabaya mengeluarkan AS per 2 Maret 2018. Saat itu pada sidang pemberhentian, dilakukan kesepakatan antara AS dengan korban 1 dan 2 dan anggota yang terlibat dalam sidang agar kasus ini tidak di-blow up. Karena korban tidak ingin permasalahan ini meluas.
Namun, LAMRI Surabaya terpaksa mempublikasikan hal di tahun 2021 atas berbagai pertimbangan.
"Adapun publikasi dari surat pemberhentian anggota ini disebabkan oleh beberapa urgensi terkait dengan pencemaran nama baik organisasi, penyebaran itu palsu, dan tindakan yang menyebabkan kerugian terhadap korban baik secara fisik dan psikis," tambahnya.
Dari kronologi yang dibeberkan, pada November 2020 anggota LAMRI mendengar kabar jika AS mengaku pemberhentiannya ini karena organisasi tidak menghendaki dirinya memiliki relasi romantis atau hubungan seksual antaranggota. AS menyebut hubungan seksual ini didasari suka sama suka.
"Ia juga menyangkal kekerasan seksual yang ia lakukan dengan dalih korban juga memberikan consent," ungkap kronologi yang dibeberkan LAMRI Surabaya.
Akhirnya, salah satu anggota LAMRI menghubungi AS untuk mengkonfirmasi isu tersebut. Meskipun AS sempat menyangkal, namun dia akhirnya mengakui dan menduga mengatakan hal tersebut saat kondisi mabuk.
Anggota LAMRI pun mengingatkan AS agar tidak kembali menyebarkan isu ini. Namun hingga tahun 2021, baik anggota LAMRI dan korban masih terus mendengar AS menyebarkan isu ini. Akhirnya, atas berbagai pertimbangan, LAMRI Surabaya mengunggah hal ini di akun resmi twitternya.
"Makin hari isu ini menjadi bola liar yang mencemarkan nama baik organisasi, dan juga melukai perasaan korban," tutupnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini