Rinciannya yakni sebanyak 5.352 napi mendapatkan asimilasi. Sedangkan sisanya 2.306 mendapatkan hak integrasi seperti pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat.
Kepala Kanwil Kemenkumham Jatim Krismono menjelaskan kebijakan tersebut juga untuk mengurangi over kapasitas rutan dan lapas yang mencapai 100 persen. Pembebasan napi juga merupakan upaya untuk mencegah penularan COVID-19 di rutan dan lapas.
"Jika lapas terlalu penuh, pagebluk juga akan semakin sulit dikendalikan karena tidak mungkin dilakukan pshycal distancing," kata Krismono dalam keterangannya, Selasa (19/10/2021).
"Ini bukan obral hukuman, tapi menjadi upaya kami untuk mengendalikan jumlah warga binaan di lapas rutan agar tidak memperparah kondisi pandemi," imbuhnya.
Krismono melanjutkan asimilasi dan integrasi bagi napi biasanya telah disediakan pihak lapas atau kerja sosial. Namun saat ini, kebijakan itu juga bisa dilakukan di rumah saja.
"Biasanya asimilasi dilakukan di tempat yang sudah disediakan lapas atau di tempat kerja sosial, tapi dengan kebijakan ini, warga binaan bisa melakukan di rumah," ujar Krismono.
Hak asimilasi dan integrasi itu juga tidak asal diberikan. Warga binaan setidaknya harus memenuhi syarat seperti berkelakuan baik dan aktif dalam program pembinaan. Pihak lapas atau rutan juga akan memastikan kejelasan keluarga atau penjamin.
Tidak hanya itu, lanjut Krismono, pihak lapas dan rutan juga akan menggandeng bapas untuk melakukan sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP). Sidang tersebut untuk menentukan apakah napi tersebut berhak atau tidak.
"Sidang ini yang akan menentukan apakah warga binaan berhak mendapatkan asimilasi - integrasi atau tidak," jelas pria asal Yogyakarta itu.
Meski demikian, Krismono menegaskan tidak akan memberikan toleransi bagi napi yang melakukan pelanggaran selama asimilasi dan integrasi. Jika ditemukan pihaknya tak segan akan memasukan lagi di sel khusus dan mencabut hak-haknya.
Ia kemudian membeberkan, sejak Januari, tercatat ada 38 napi yang diketahui melanggar aturan. Rinciannya 10 napi melanggar aturan saat asimilasi dan 28 lainnya melanggar saat integrasi.
"Jumlah ini tentunya sangat kecil karena rasionya hanya 0,4% saja," tandas Krismono. (iwd/iwd)