14 Dokter dari 8 dokter umum dan 6 PPDS menjadi relawan Marco-19 dari RSTKA mulai 4 September-4 Oktober 2021 ini memiliki berbagai tujuan. Di antaranya mengumpulkan berita hoaks dan vaksinasi COVID-19, kemudian berkomunikasi menyelesaikan hoaks, mengedukasi masyarakat tentang COVID-19 dan mempersuasif mengikuti serta mendukung masyarakat agar vaksinasi.
Maraknya berita hoaks yang beredar di tengah masyarakat di kepulauan tersebut menjadi faktor utama rendahnya capaian vaksinasi. Hal ini berdasarkan data dari Pemprov Jatim terkait capaian vaksinasi yang menempatkan Sumenep menjadi daerah dengan capaian vaksinasi terendah di Jatim.
12 Pulau di Kabupaten Sumenep yang didatangi Marco-19 RSTKA yaitu, Daratan Sumenep, Pulau Sapudi, Pulau Raas, Pulau Kangean Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean Kecamatan Kangayan, Pulau Payerungan Besar, Pulau Pagerungan Kecil. Kemudian Pulau Sapeken, Pulau Sepanjang Tanjung Kiaok, Pulau Gili Genting, Pulau Raja, dan Pulau Iyang.
Dekan FK Unair Prof Dr dr Budi Santoso SpOG(K) mengatakan, 14 orang berangkat sebagai misi relawan Marco-19 dengan berbagai macam kegiatan sesuai dengan tridharma perguruan tinggi. Yakni pendidikan dengan melakukan edukasi tentang COVID-19, serta membantu pemerintah Jatim untuk meningkatkan target vaksinasi.
"Alhamdulillah, Sumenep yang asalnya tempatnya paling bawah dari seluruh kabupaten/kota dari 39 naik ke 37. Lalu, melaksanakan penelitian tentang pemahaman masyarakat setempat terkait COVID-19, berita hoaks dan diteliti," kata Prof Budi kepada wartawan di Ruang Sidang A Kampus Unair A, Rabu (13/10/2021).
"Kami dari FK memberikan suatu apresiasi luar biasa, mereka baru lulus berani mengarungi lautan selama 1 bulan untuk 12 pulau di Kabupaten Sumenep. Ini sifatnya relawan, sambil menunggu kegiatan internship (Pendidikan profesi untuk pemahiran dan pemandirian dokter) mereka ada kegiatan Marko-19 bersama dokter baru, ada farmasi dan lainnya sejumlah 14 (total)," tambahnya.
Budi menegaskan misi dari RS Terapung Kesatria Airlangga tidak berhenti sampai di sini. Pihaknya terus melakukan pelayanan di pulau terpencil di Indonesia bagian timur. Sebelum berlayar, RSTKA juga melakukan rekrutmen setiap misi yang akan diembannya.
"Sebuah keberanian, petualangan, pengalaman luar biasa 1 bulan penuh berada di kapal sambil melakukan pelayanan, pendidikan dan penelitian," ujarnya.
"Seperti salah satunya anak yang menggunakan smartphone nanti mendapatkan berita hoaks mereka ceritakan ke orang tuanya, orang tua cerita ke temannya, ke komunitasnya, dan lain sebagainya. Jadi penyebarannya seperti itu," kata Sherly.
Selain itu, jelas dia, masyarakat di pulau juga mendapat berita hoaks tentang COVID-19 dan vaksin dari beberapa perantau. Misalnya ada orang-orang yang merantau di Bali, Jakarta, Malaysia dan sebagainya saat pulang ke kepulauan memberitakan berita yang tidak benar. Mereka berkata bahwa vaksin bisa membuat meninggal, sakit, kakinya lumpuh, borok dan sebagainya.
"Ketiga, biasanya mereka ketika ditanya ini berita hoaks-nya dari mana, mereka bingung, tidak tahu sebenarnya berita hoaks ini asal mulanya dari mana. Jadi ada beberapa apa berita hoaks ini juga muncul dari kejadian-kejadian yang kebetulan. Misalnya habis divaksin kemudian 1 bulan setelahnya kakinya lumpuh dan yang disalahkan adalah vaksinnya, padahal sebenarnya tidak ada hubungannya, karena dari waktu juga sudah lama," ceritanya.
![]() |
"Atau ada orang yang habis divaksinasi terus meninggal. Padahal Jika dilihat setelah vaksinasi sudah 2-3 bulan yang lalu, namun ada orang-orang atau oknum yang tidak bertanggung jawab menggembar-gemborkan berita itu seakan-akan orang ini meninggal karena vaksin, seolah-olah orang ini lumpuh karena vaksin," imbuhnya.
Bagi dokter, jelas dia, hal ini tantangan bagi tim Marco-19 di RSTKA. Saat mendapat kabar tersebut mereka mendengarkan terlebih dahulu, kemudian berkomunikasi untuk memberikan edukasi.
"Untuk tantangannya luar biasa karena untuk mempersuasi masyarakat tidaklah mudah, membutuhkan waktu dan beberapa kali intervensi," pungkasnya.