Situs Watu Kucur terletak di tengah perkebunan tebu Dusun Penanggalan, Desa Dukuhdimoro, Kecamatan Mojoagung. Selama puluhan tahun, situs yang ditemukan di sawah milik Setyo Budi, warga Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto disebut sebagai punden dan dikeramatkan warga setempat.
Terlihat tanah pada situs lebih tinggi sekitar 1 meter jika dibandingkan dengan lahan di sekitarnya, yang kini ditanami tebu. Artinya, tanah ini sebagian besar belum pernah digali masyarakat untuk membuat bata merah. Bahkan, selama ini lahan tersebut tidak ditanami apapun oleh pemiliknya.
![]() |
Banyak benda cagar budaya berbahan batu andesit di atas punden tersebut, yang dibiarkan begitu saja selama puluhan tahun. Yaitu sebuah yoni, 10 batu umpak besar dan sejumlah batu umpak kecil. Situs Watu Kucur baru masuk data BPCB Jatim tahun 2010.
"Masyarakat tahu sejak lama kalau di sini ada punden, disebut Watu Kucur. Kami lakukan pendataan tahun 2010 kami namai Situs Watu Kucur," kata Arkeolog BPCB Jatim Muhammad Ichwan kepada detikcom di lokasi ekskavasi, Jumat (8/10/2021).
Satu dekade berlalu, BPCB Jatim menggelar ekskavasi Situs Watu Kucur. Menurut Ichwan, penggalian arkeologi bakal berlangsung 10 hari saja, yaitu 7-16 Oktober 2021.
"Luasan yang akan kami ekskavasi 15x15 meter persegi. Kami sudah diberi izin oleh pemilik lahan untuk ekskavasi tanpa harus menyewa lahan ini, karena pemiliknya malah senang ada penelitian," terangnya.
Selain batu yoni dan umpak, juga ditemukan struktur bata merah kuno di bagian timur Situs Watu Kucur. Dua bangunan yang sudah tampak membentang dari utara ke selatan sekitar 12 meter. Tebal struktur sekitar 85 cm dengan tinggi sekitar 45 cm.
Di sekitarnya banyak susunan bata merah kuno yang menyerupai lantai. Sedangkan di sebelah barat struktur ini terdapat bangunan yang membujur dari timur ke barat sekitar 3,5 meter. Ketebalan struktur sekitar 85 cm dan tingginya sekitar 40 cm. Hanya saja bangunan purbakala ini sudah tidak utuh lagi.
"Juga tampak struktur pada sudut timur laut dan tenggara," jelas Ichwan.
Sedangkan batu-batu umpak berjajar layaknya tempat menancapkan tiang bangunan dengan jarak antarumpak sekitar 4 meter. Dimensi setiap batu umpak rata-rata 65x60x55 cm.
"Fungsi dari batu-batu umpak sebagai penyangga tiang bangunan. Kami teliti dulu apakah umpak sebagai penyangga tiang bangunan atap dari struktur ini," jelas Ichwan.
![]() |
Ia memperkirakan, Situs Watu Kucur peninggalan zaman Majapahit. Itu berdasarkan karakter bata merah pada struktur yang ditemukan. Masing-masing bata merah berukuran 34x24x9 cm.
"Hampir sama dengan ukuran pada masa Majapahit yang biasa memakai bata merah panjangnya 32-34 cm, lebarnya 22-24 cm, tebalnya 7-9 cm. Kami teliti lagi, kami cari lagi referensinya karena angka tahun belum kami dapatkan," pungkas Ichwan.