Peninggalan Majapahit yang biasa disebut Situs Bhre Kahuripan ini terletak di tengah persawahan Desa Klinterejo. Tempat ini menjadi jujukan wisata religi dan sejarah sejak dibangun masyarakat tahun 1960an. Masyarakat mengenalnya sebagai petilasan Tribhuwana Tunggadewi atau Situs Watu Ombo.
Selama puluhan tahun, beberapa batu umpak dan yoni saja yang tampak sebagai benda cagar budaya di Situs Bhre Kahuripan. Tiga tahap ekskavasi 2018-2020 berhasil menemukan struktur di bawah bangunan modern. Ternyata yoni dan bangunan berbahan batu andesit yang selama terpendam adalah sebuah candi seluas 14x14 meter persegi.
Ketua Tim Ekskavasi Situs Bhre Kahuripan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Pahadi mengatakan, ekskavasi tahap empat digelar mulai 27 September sampai 20 Oktober 2021. Penggalian arkeologi kali ini menyasar lahan seluas 640 meter persegi di sekeliling Candi Tribhuwana Tunggadewi.
"Kami fokus di sisi barat situs. Sekitar 640 meter persegi di sisi barat kami ekskavasi, baik dalam maupun hanya pembentukan lahan. Di sisi barat kan pernah dibuat kolam oleh pemilik lahan, kami ratakan dengan tanah galian tahun lalu. Akan kami cari sisi barat bagian tengah yang belum digali pemilik lahan," kata Pahadi kepada detikcom di lokasi ekskavasi, Selasa (28/9/2021).
Ekskavasi sisi barat Situs Bhre Kahuripan, lanjut Pahadi, ditargetkan bisa menemukan bagian halaman dan pagar keliling Candi Tribhuwana Tunggadewi. Menurut dia, candi putri pendiri Majapahit, Raden Wijaya ini menghadap ke barat dan mempunyai pintu masuk di sebelah barat.
"Harapan kami paling tidak menemukan halaman candi sekaligus pagar. Kalau bisa kami temukan, maka komponen candi menjadi lengkap," terangnya.
Arkeolog BPCB Jatim ini menjelaskan, selain untuk menemukan potensi struktur purbakala yang masih terpendam, ekskavasi tahun ini juga terkait misi pengembangan dan pemanfaatan Situs Bhre Kahuripan sebagai destinasi wisata. Untuk itu, pihaknya membuka 7 kotak gali. Yakni masing-masing 3 kotak gali di sisi utara dan selatan, serta 1 kotak gali di sisi timur.
"Kami juga menyiapkan titik-titik gali untuk persiapan tiang cungkup besar untuk memastikan posisi tiang nanti tidak ada tinggalan arkeologi di bawahnya. Di area 28x28 meter persegi itu akan kami beri pelindung," jelas Pahadi.
Candi Tribhuwana Tunggadewi dibuat menggunakan potongan batu andesit. Bangunan peninggalan Majapahit ini berada sekitar 2 meter dari permukaan tanah. Puncak candi yang setara dengan permukaan tanah berupa batu yoni berdimensi 191x184x121 cm.
"Hipotesis kami candi ini dibangun pada masa Hayam Wuruk untuk pemujaan ke Tribhuwana Tunggadewi. Raja itu kan dihormati, walaupun sudah mati yang dihormati aura magisnya itu. Aura magisnya ditarik dengan peripih yang letaknya di sumuran candi itu," terangnya.
![]() |
Tribhuwana Wijayatunggadewi tercatat sebagai raja perempuan (ratu) pertama dalam sejarah Majapahit. Pemilik nama Dyah Gitarja ini putri dari Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya dan Dyah Gayatri atau Rajapatni. Putri pendiri Majapahit ini pernah menjabat sebagai Bhre Kahuripan di wilayah Sidoarjo.
Ia lantas menggantikan kakak tirinya, Jayanegara yang berkuasa di Majapahit tahun 1309-1328 masehi. Istri Cakradhara atau Kertawadhana atau Bhre Tumapel ini menjadi raja ketiga Majapahit sejak tahun 1328 masehi. Ratu Tribhuwana Tunggadewi memilih turun tahta tahun 1350 masehi. Ia mewariskan tahta ke putranya, Hayam Wuruk.