"2020 itu kalau tidak salah 6,64 dan kami berharap tahun 2021 ini sudah masuk ke angka 7. Insyaallah pelan-pelan 2024 naik didapatkan angka 8," kata Ketua Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, saat di Pendapa Kongas Arum Kusumaning Bangsa Tulungagung, Minggu (26/9/2021).
Kategori hitam tersebut adalah hakim yang cenderung pelanggaran berat, etik maupun hukum perundang-undangan.
"Menurut MA ada tiga kategori hakim, yang pertama kategori putih, hakim putih ini benar-benar bersih, lurus, lempeng nggak tergoda apapun. Kedua hakim abu-abu, yang ini kondisional, kadang bisa dimainkan, kadang nggak mau," ujarnya.
"Nah, ada hakim yang hitam, yang hitam ini kami sudah sepakat dengan Mahkamah Agung, habisin," imbuhnya.
Mukti menjelaskan, pihaknya akan melakukan upaya perbaikan dan pembinaan terhadap para hakim yang berstatus abu-abu. Proses itu akan dilakukan dengan melihat secara rinci dari kasus per kasus.
"Kalau kami temukan (yang abu-abu), kami bahas case per case, apakah hakim ini masih bisa dibina, mungkin dia khilaf, mungkin karena kondisi situasi. Jadi unsur manusiawinya juga mempengaruhi," katanya.
Tahun ini KY menangani beberapa kasus dugaan pelanggaran berat hakim. Mereka diajukan ke sidang majelis kehormatan hakim dan Komisi Yudisial. "Kalau disanksi berat harus disidang berdua antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Kalau nggak salah ada tiga atau empat di tahun ini," jelas Mukti.
Diakui untuk mengungkap tindak pelanggaran penegak hukum tersebut pihaknya harus bekerja ekstra, sebab modus yang digunakan semakin canggih."Kami kerjasama dengan PPATK, KPK," imbuhnya.
Mukti Fajar menjelaskan, banyak persoalan yang harus dibenahi untuk meningkatkan integritas para hakim. Pihaknya mengakui hingga kini terdapat beberapa pelanggaran etik dan perilaku masih terjadi di kalangan hakim, dari berbagai tingkatan.
(fat/fat)