Ayah Aditya meninggal saat ia masih dalam kandungan. Hidup dengan keterbatasan justru menambah semangat Aditya meraih prestasi. Yakni di bidang olahraga bela diri karate.
Selepas belajar di sekolah, Aditya tidak bermain seperti teman-temannya yang lain. Ia membantu ibunya yang sehari-hari menjadi pemulung. Adit ikut ibunya atau terkadang sendiri mencari barang bekas di sekitar kampungnya.
Barang bekas berbahan plastik yang berhasil dikumpulkan ditumpuk di pekarangan rumah Aditya. Sampah-sampah itulah yang harus ia pilah lagi.
![]() |
"Setiap hari, ikut bantu cari barang-barang bekas. Dia (Aditya) sangat rajin dan tak malu," sebut Sulastri (37), ibu kandung Aditya, kepada wartawan, Selasa (14/9/2021).
Menurut Sulastri, barang-barang yang dipungut dari sekitaran desa tempat tinggalnya itu, dijual untuk kebutuhan sehari-hari dan termasuk membayar biaya pendidikan Aditya.
"Kami biasanya setor, hasilnya untuk keperluan sehari-hari dan bayar buku serta LKS Ipul (panggilan Aditya)," kata ibu satu anak ini.
"Bapaknya sudah meninggal, ketika Ipul belum lahir. Jadi kami harus cari barang-barang bekas untuk bisa dijual," ujar Sulastri.
Sebuah rumah berdinding bambu, lokasinya berhimpitan dengan kediaman orang tua perempuan Sulastri, kini menjadi gudang penampungan barang-barang bekas hasil memungut.
![]() |
Sulastri mengaku, sejak gempa bumi 10 April 2021 lalu, dia tak lagi menempati rumah tersebut.
Karena bagian atap rumah, sebagian runtuh akibat getaran gempa bumi."Atapnya sebagian runtuh, karena lindu (gempa) besar lalu. Terus kami tinggal bersama emak (ibu)," tutur Sulastri.
Kediaman Warsi, ibu kandung Sulastri sudah berdinding batu bata. Aditya bersama ibunya sehari-harinya hidup menumpang di situ.
"Ya, terpaksa harus numpang dulu. Kalau tetap di sini (rumah) takutnya ambruk," pungkas Sulastri. (iwd/iwd)