Batik Daliwangun yang diberi nama sesuai desa yang ada di wilayah Lamongan selatan ini memiliki ciri khas tersendiri. Ciri yang cukup bisa membedakan dengan batik-batik daerah lain adalah batik Daliwangun selalu menampilkan burung Dali dan pohon Wangun sebagai hiasan batiknya.
"Batik Daliwangun mengusung sejarah dan segala hal yang berkaitan dengan Desa Daliwangun, desa tempat dimana batik Daliwangun ini lahir," kata perintis Batik Daliwangun Umbar Basuki saat berbincang dengan wartawan, Senin (13/9/2021).
Basuki menuturkan ornamen atau hiasan batik Daliwangun selalu menampilkan berbagai jenis tumbuhan dan satwa yang banyak ditemui di wilayah Lamongan selatan. Motif khasnya, kata Basuki, adalah motif pohon wangun dan burung dali dengan kearifan lokal lainnya.
![]() |
"Kearifan lokal yang coba dituangkan sebagai motif batik Daliwangun tersebut seperti pohon jati, polo pendem, dan flora fauna yang ada di sekitar Daliwangun ini," ujar pria berusia 28 tahun ini.
Pemilihan motif utama pohon wangun dan burung dali sebagai ciri khas batik ini, menurut Basuki, diangkat dari cerita yang ada di Desa Daliwangun. Selain itu, kata Basuki, pihaknya juga ingin mengingatkan masyarakat tentang pentingnya melestarikan fauna dan flora.
"Batik Daliwangun ini dirintis baru pada awal tahun 2020 lalu. Meski tergolong baru, namun kami berusaha terus berinovasi untuk melahirkan batik yang khas dan berkarakter sehingga bisa digandrungi oleh banyak kalangan," terangnya.
Basuki menyebut Batik Daliwangun produksinya memiliki beberapa kelebihan, yaitu cantingan yang halus, desain yang lebih original dan diproduksi secara terbatas. Proses pengerjaannya pun mulai dari pembuatan pola desain, pelukisan, pewarnaan, pembatikan dengan lilin, hingga pencucian dilakukan dengan ketelitian yang tinggi.
"Kita sistemnya masih custom, pemasaran lewat media sosial atau online. Kita juga belum bisa memproduksi batik dalam jumlah banyak, karena sejauh ini Batik Daliwangun seluruh proses pengerjaan kita kerjakan seorang diri," ungkapnya.
Meski baru dirintis, Batik Daliwangun ini sudah melanglang buana ke sejumlah daerah di Indonesia. Basuki menyebut, pembeli batiknya kebanyakan dari luar daerah, seperti dari Ternate, Semarang dan lainnya. Basuki menyebut, dalam sebulan ia rata-rata bisa menghasilkan 4 potong kain batik yang masing-masing ia jual dengan harga Rp 450 ribu.
"Sementara hanya saya kerjakan sendiri. Kemarin baru melaksanakan pelatihan ke ibu-ibu untuk kemudian akan kita saring yang punya minat dan bakat untuk ditarik jadi pengrajin yang bisa mencanting," terang alumnus jurusan seni rupa murni, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya itu.
Basuki memiliki cita-cita untuk menjadikan Desa Daliwangun sebagai pelopor batik tulis di daerah Lamongan selatan. Untuk itu, Basuki berharap uluran tangan pemerintah agar bisa memberikan pendampingan dan bantuan berupa alat dan bahan batik, yang bisa digunakan dalam pelatihan, khususnya kepada ibu-ibu desa setempat.
"Sehingga nantinya akan ada banyak pengrajin batik Batik Daliwangun dan desa-desa lain bisa terdorong untuk bisa melakukan produksi dan berkompetisi secara baik dan sehat," pungkas Basuki. (iwd/iwd)