Kakanwil Kemenkumham Jatim Krismono mengatakan pidana alternatif sendiri telah tertuang dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan. Dengan pidana alternatif ini, nantinya para terpidana bisa diganti hukumannya dengan pidana denda, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial.
"Jangan semuanya berakhir pidana, perlu dikuatkan pidana alternatif yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan," jelas Krismono dalam keterangan resminya, Rabu (8/9/2021).
Krismono menjelaskan angka overkapasitas di jajaran pemasyarakan di Jatim mencapai 110 persen. Bahkan ada sejumlah lapas dan rutan yang persentasenya sudah mengkhawatirkan.
Sejumlah rutan dan lapas itu yakni ada di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng) dan Lapas Banyuwangi. Kelimanya memiliki angka overkapasitas di atas 200 persen.
Meski demikian, lanjut Krismono, pihak tidak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi itu. Karena baik lapas dan rutan dalam sistem peradilan pidana menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan negara yang dihasilkan oleh penegakan hukum.
"Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari overkapasitas yang ada," ujar Krismono.
Adapun langkah-langkah pengurangan itu yakni dengan mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Sedangkan terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama harus segera dipindah ke lapas.
Dengan begitu, lanjut Krismono, beban rutan bisa dibagi ke lapas. Dan angka overkapasitas di setiap lapas dan rutan bisa lebih merata. "Selain itu, kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Nusa Kambangan," lanjutnya.
Selain mengembalikan fungsi rutan dan lapas, Krismono juga melakukan usulan peluasan rutan kepada Ditjenpas. Salah satunya yakni di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng Sidoarjo dari yang semula 1,5 hektar akan menjadi 2,2 hektar.
"Ini karena tingkat overkapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200% selama lima tahun terakhir," tandas Krismono. (iwd/iwd)